Betapa luhur bukan amanat UUD kita?
Tapi, pada kenyataannya tidak benar-benar demikian.Â
Sebagai contoh, beberapa hari yang lalu sesuatu viral di jagat XÂ (Twitter) tentang kekerasan seksual yang dialami seorang anak oleh ayah sambungnya!
Saya seketika mengumpat dalam hati saat membacanya sewaktu lewat di timeline.Â
Ada lagi desas-desus pemotongan anggaran makan siang gratis untuk setiap anak di Indonesia dari program yang digaung-gaungkan presiden (dan wakilnya) terpilih yang menuai cibiran: keduanya bersinggungan dengan anak.Â
Untuk keduanya yang saya sebutkan, anak tidak ditempatkan sebagai predator melainkan (calon?) korban!
Samantha Elsener, seorang Psikolog yang konsentrasinya pada bidang psikologi dalam satu video reels di akun Instagramnya menuliskan pada keterangannya bahwasanya ada sepuluh (10) hak dasar seorang anak: hak untuk bermain, hak untuk belajar, hak untuk dilindungi, hak untuk memiliki identitas, hak untuk makan dan minum, hak untuk disayang, hak untuk didengarkan, hak untuk sehat jiwa dan raga, hak untuk liburan/rekreasi, hak untuk berteman.
Jika slogan Hari Anak Nasional 2024 adalah Anak Terlindungi, Indonesia Maju maka perlindungan terhadap anak-anak tentu menjadi sangat penting; 10 hak dasar yang Psikolog Samantha sebutkan dan 6 sub tema (yang jadi fokus utama Hari Anak Nasional 2024) yang saya singgung sebelumnya, semuanya bisa dijadikan satu di bawah payung bernama perlindungan (untuk melindungi setiap anak di Indonesia).Â
Bisa?Â
Tentu bisa—asal tidak mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan apa yang sudah seharusnya menjadi hak seorang anak.Â
Sesuatu yang bersifat privat dari rumah yang dijalankan bersama secara kolektif di masyarakat sudah pasti menciptakan satu perubahan, tak peduli sekecil apa perubahan itu.Â