Atau seperti bulan Oktober tahun lalu, ia saya larikan ke IGD menjelang maghrib karena sakit kepala hebat dan sesak nafas.Â
Sewaktu saya tanya pada dokter yang menanganinya ketika saya menemaninya kontrol ke rumah sakit, dokter berkata itu diakibatkan dari melonjaknya produksi asam lambung.Â
Saya tidak bisa dengan detail menjelaskannya dalam tulisan ini, saya khawatir tidak semua yang membaca tulisan ini satu pemahaman dengan apa yang sudah dijelaskan dokter pada saya waktu itu; saya takut salah menjelaskan.Â
Merujuk pada saran dokter, pencegahan utamanya cuma dua, pertama kelola stres dengan bijak dan perhatikan jam serta asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh—dan tentu saja, terlambat makan sangat diharamkan.Â
Persis sejak mengetahui kondisi kesehatan adik saya tidak sering dalam keadaan baik, saya pun jauh lebih rewel.
Saya sengaja mengatur jadwal minum air putih tiap beberapa jam sekali di handphonenya dalam sehari, tak bosan saya mengingatkannya melalui pesan singkat untuk makan camilan ringan sebelum makan berat (baca: 3-4 kali makan camilan: pukul 6 dan 9 pagi, pukul 3 sore dan pukul 9 malam. Ya, namanya camilan, porsinya cukup kecil saja. Selembar roti tawar, biskuit ringan namun padat gizi, atau buah), tidur yang cukup, jangan jajan sembarangan, jangan makan yang terlalu asin karena takut membuat naik tensi, dan bla-bla. Bawaan anak sulung kali ya?Â
Sekarang adik saya tak bisa lepas dari minyak angin; batang lehernya selalu hangat, begitu pula dengan perutnya tak luput diolesi. Saya acapkali menyindirnya, "kalau orang banyakin duit, kamu malah banyakin botol minyak angin".Â
Baca juga: Mengapa Perempuan Sulit Bergaya Hidup Minimalis?Â
Intinya, ia sangat ketergantungan dengan benda itu.Â
Tetapi, hikmah lainnya adalah ia jadi lebih peduli dengan jam waktu makan, termasuk apa yang melewati kerongkongan.Â
Karena ke-trigger, saya pun ikut bersemangat. Saya akhirnya menyetok terus camilan, buah, yogurt, madu (baca: yogurt baik untuk pencernaan dan madu dapat meredakan gejala tidak enak pada sakit gastritis)—dan tentu saja roti tawar.
Saya permudah adik saya, karena jika tetiba ia lapar dan makanan utama belum tersedia, adik saya bisa mengganjalnya lebih dulu dengan apapun yang tersedia.