Peringatan: Kali ini saya sedang tidak ingin menulis yang terlalu serius, saya hanya ingin berbagi tip ringan—dan artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman saya, syukur-syukur bermanfaat untuk siapapun yang telah meluangkan waktu membacanya.
—
Sebelumnya saya ingin cerita tentang adik perempuan saya. Bukannya apa-apa, karena trigger dari tulisan ini memang adik saya.Â
Semuanya bermula sejak meninggalnya Bapak pada bulan Agustus tahun lalu, kondisi kesehatan adik saya bisa dikatakan berantakan; memang di antara tiga bersaudara, adik perempuan saya ini yang paling dekat dengan almarhum bapak.
Jadi, selain karena memang mungkin sebelum-sebelumnya adik saya ini bukan tipikal orang yang patuh menerapkan jam makan—dan tidak pula pilah-pilih pada apa yang mau dimakan (baca: misalnya tidak terlalu mementingkan sehat atau tidak kandungan bahannya, dan lain sebagainya)—berpulangnya Bapak juga ternyata memberikan efek yang tidak baik bagi kesehatannya.Â
Walhasil, sekarang adik saya menjadi pasien tetap dokter spesialis penyakit dalam; lambungnya bermasalah—selain adik saya didiagnosis cholestitis, statusnya sekarang juga sebagai pasien dengan gastritis kronis.
Jujur saja, urusan lambung ini cukup merepotkan. Karena kalau sudah kambuh, efeknya bagi adik saya bisa jadi sakit kepala (baca: diakibatkan karena naiknya tekanan darah, yang kalau tekanannya tinggi, mau sekadar berdiri pun rasanya susah. Malah sekarang adik saya harus dipaksa minum obat tensi saban malam), belum lagi ia sering mual dan tak jarang muntah.Â
Tak cuma adik saya saja yang dibikin repot sebenarnya, saya pun terkena imbasnya.Â
Masih jelas saya ingat diawal tahun ini, di suatu tengah hari bolong bagaimana terburu-burunya saya meninggalkan tempat kerja sewaktu adik saya mengirimi saya pesan singkat melalui aplikasi chat whatsapp bahwa perutnya keras seperti batu dan kepalanya pusing hebat—berputar. Belum lagi saluran nafasnya terasa sempit.Â
Baca juga:Â Jangan Sembarang Membagi Nomor Kontak Orang
Hari itu rasa tidak enak di perutnya memang sudah dirasakannya sejak sebelum saya meninggalkan rumah pada pagi harinya—
Atau seperti bulan Oktober tahun lalu, ia saya larikan ke IGD menjelang maghrib karena sakit kepala hebat dan sesak nafas.Â
Sewaktu saya tanya pada dokter yang menanganinya ketika saya menemaninya kontrol ke rumah sakit, dokter berkata itu diakibatkan dari melonjaknya produksi asam lambung.Â
Saya tidak bisa dengan detail menjelaskannya dalam tulisan ini, saya khawatir tidak semua yang membaca tulisan ini satu pemahaman dengan apa yang sudah dijelaskan dokter pada saya waktu itu; saya takut salah menjelaskan.Â
Merujuk pada saran dokter, pencegahan utamanya cuma dua, pertama kelola stres dengan bijak dan perhatikan jam serta asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh—dan tentu saja, terlambat makan sangat diharamkan.Â
Persis sejak mengetahui kondisi kesehatan adik saya tidak sering dalam keadaan baik, saya pun jauh lebih rewel.
Saya sengaja mengatur jadwal minum air putih tiap beberapa jam sekali di handphonenya dalam sehari, tak bosan saya mengingatkannya melalui pesan singkat untuk makan camilan ringan sebelum makan berat (baca: 3-4 kali makan camilan: pukul 6 dan 9 pagi, pukul 3 sore dan pukul 9 malam. Ya, namanya camilan, porsinya cukup kecil saja. Selembar roti tawar, biskuit ringan namun padat gizi, atau buah), tidur yang cukup, jangan jajan sembarangan, jangan makan yang terlalu asin karena takut membuat naik tensi, dan bla-bla. Bawaan anak sulung kali ya?Â
Sekarang adik saya tak bisa lepas dari minyak angin; batang lehernya selalu hangat, begitu pula dengan perutnya tak luput diolesi. Saya acapkali menyindirnya, "kalau orang banyakin duit, kamu malah banyakin botol minyak angin".Â
Baca juga: Mengapa Perempuan Sulit Bergaya Hidup Minimalis?Â
Intinya, ia sangat ketergantungan dengan benda itu.Â
Tetapi, hikmah lainnya adalah ia jadi lebih peduli dengan jam waktu makan, termasuk apa yang melewati kerongkongan.Â
Karena ke-trigger, saya pun ikut bersemangat. Saya akhirnya menyetok terus camilan, buah, yogurt, madu (baca: yogurt baik untuk pencernaan dan madu dapat meredakan gejala tidak enak pada sakit gastritis)—dan tentu saja roti tawar.
Saya permudah adik saya, karena jika tetiba ia lapar dan makanan utama belum tersedia, adik saya bisa mengganjalnya lebih dulu dengan apapun yang tersedia.
—
Bicara seputar roti tawar, kita tahu bersama kalau roti tawar tidak memiliki jangka waktu yang lama untuk dikonsumsi—ada tenggat terbatas yang terkadang kita sendiri sering tidak menyadarinya, eh, tahu-tahu sudah lewat saja "best before date"-nya—
Dan itulah yang sering terjadi di rumah kami; acapkali roti tawar yang tidak habis dikonsumsi berakhir ke kotak sampah karena kami anggap kadaluarsa.
Voila...
Berawal dari sebuah Twitter, saya pun akhirnya tahu lifehack agar roti tawar yang dibeli bisa berumur panjang.Â
Semesta mendukung?Â
Nama akunnya @widino (buat yang punya akun Twitter sila meluncur nanti dan sila cek sendiri), beliau seorang solo traveller yang addict dengan teh—(baca: setidaknya itu yang tertera di bio Twitternya)—lagipula, saya sudah cukup lama sih following Twitter Mas Dino ini.Â
Di postingan tertanggal 26 Desember 2022 tersebut, Mas Dino membagi sebuah tips supaya roti tawar awet dan tidak cepat terbuang karena tidak lekas habis dimakan (baca: hanya karena tanggal layak makannya terlewat), roti harus dimasukkan ke freezer kulkas.
Really?
Best before date
Tentu saja reaksi saya masih terheran-heran. Masa sih kalau dimasukkan ke freezer, umur roti tawar bisa panjang?Â
Roti dibekukan di freezer? Terdengar tidak lazim ya? Roti kan bukan ikan atau daging yang kerap kita masukkan ke freezer demi mencegah pembusukan?Â
Jadi, begini, sebenarnya roti tidak mengenal istilah tanggal kadaluarsa (baca: yang sering tahu dengan expired date)—melainkan best before date.
Best before date? Apa itu?Â
Best before date artinya kalau tanggal yang tertera pada kemasan bungkus roti sudah lewat tapi selama kondisi rotinya masih bagus dan tidak berjamur, roti masih bisa dimakan.
Itu dipertegas oleh sebuah komentar seseorang yang ikut reply (baca: ayahnya bekerja di pabrik roti) bahwa kondisi "bagus" yang dimaksud tidak mengalami perubahan bentuk, warna atau aroma yang menonjol—atau dengan kata lain kalau packingnya aman tetap masih bisa dimakan meski sudah melewati tanggal best before date-nya.Â
Freezer bisa membuat roti awet berbulan-bulan
Karena musuh utama roti adalah jamur dan suhu ruang tidak bisa menjamin roti bisa terus dalam kondisi layak makan, di sinilah freezer kulkas menjadi penyelamat.Â
Menurut penjelasan salah satu dokter yang dimintai pendapatnya, tak ada reaksi kimia khusus dengan masuknya roti ke dalam freezer. Justeru kombinasi kondisi udara dan pengawet makanan membuat roti makin bisa berumur panjang.Â
Dengan masuk freezer, jamur tidak bisa tumbuh karena suhunya terlalu dingin. Udara freezer juga jauh lebih kering dibandingkan suhu ruangan rumah dan itu menyebabkan bakteri sulit hidup.
Sejak tahu tip ini dan menerapkannya tak ada  lagi ceritanya buang-buang roti percuma. Lebih hemat uang, perut pun kenyang. Sampai berjumpa di rangkaian tips lainnya.Â
Tabik.Â
—
Catatan kecil:
1. Kalau roti yang dikeluarkan dari freezer terlalu keras, cukup diamkan sebentar di suhu ruang, itu akan membuat roti kembali empuk
2. roti bisa bermacam-macam, tidak harus roti tawar yang biasa kita tahu
3. meskipun freezer membuat roti berumur panjang, tapi artikel ini tidak semata-mata bertujuan agar kita sengaja mengawetkan roti, karena seperti kita tahu roti sudah di"desain"Â sejak awal masa best before date-nya
4. ini lifehack yang konon sering digunakan oleh orang-orang di Eropa sejak dahulu dan bertahan hingga sekarang;
5. saat tulisan ini dibuat, kebetulan stok roti sedang habis sehingga tidak ada foto saat roti berada dalam freezer.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H