Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar dari Gita Savitri: Sejak Kapan Influencer Harus Jaga Perasaan Warganet?

14 Februari 2023   02:32 Diperbarui: 22 September 2024   13:48 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua orang yang sedang live podcast. (Sumber Pexel | Foto oleh George Milton)

"ketika ilmu pengetahuan bertambah yang bertambah seharusnya kebijaksanaannya untuk menahan diri (baca: berempati pada society)—bukan malah menumpuk dan mempertegas ego.

Bahasa sederhananya, influencer dilarang berpendapat sesuka hati.

Tapi, kan, influencer juga manusia? 

Sayangnya, tidak semua orang tahu akan hal ini; jika semua orang paham, maka aman dan tentram dunia. 

Layaknya gonjang-ganjing Gita ini, people just literally got angry cause she didn't respon the way that they wanted. 

Lemme say this: you can't control everything, guys, why you so mad?—dan untuk Gita, semua orang yang kontra mungkin cuma ingin bilang: being a mother is learning about strengths you didn't know you had and dealing with fears you never knew existed.

Dari dua pihak

Ada aksi ada reaksi, ini hukum kimia yang sangat dasar yang kita bawa ke kehidupan kita sehari-hari. 

Layaknya trending Gita Savitri yang pelik ini, seperti warganet yang juga manusia, pun dengan Gita sebagai sosok influencer yang jadi muasal gonjang-ganjing ini tercipta, Gita juga berhak marah. 

Hingga pada akhirnya izinkan saya mengatakan ini, attitude tidak berbicara pada satu pihak saja. 

Pertanyaan pentingnya adalah sejak kapan influencer harus jaga perasaan warganet? 

Jawabnya mungkin tidak ada waktu yang benar-benar spesifik karena sejak awal kita sendirilah yang punya standar pada siapa orang yang ingin kita jadikan sebagai orang yang memiliki pengaruh (baca: influencer) dalam hidup kita—

dan jika suatu saat nanti influencer tersebut menciderai citranya sendiri, kita diperbolehkan kembali pada titik awal bahwa: influencer juga manusia. 

Lagipula, influencer juga warganet, saudara-saudara, bedanya terletak pada jumlah followers aja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun