Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Belajar dari Gita Savitri: Sejak Kapan Influencer Harus Jaga Perasaan Warganet?

14 Februari 2023   02:32 Diperbarui: 14 Februari 2023   17:55 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua orang yang sedang live podcast. (Sumber Pexel | Foto oleh George Milton)

Warganet sepertinya murka dengan pernyataan Gita. Ia diserang karena opininya yang menyatakan child free sebagai tolok ukurnya terlihat awet muda.

Padahal, menurut hemat saya, ini lebih menitikberatkan perbedaan paham dan frekuensi: tak semua orang sepaham dengan Gita Savitri (baca: alih-alih satu frekuensi dan bisa menerimanya dengan logika)—ataupun sebaliknya. 

Gita mungkin memandang warna Biru sebagai Nila dari tempatnya berpijak—dan warganet yang kontra dengan pahamnya tersebut, bersebrangan dengannya—dari tempat mereka berpijak pula.

Lantas apa yang terjadi setelahnya? 

Tentu saja, Gita Savitri dikritik di sana-sini. Ia bahkan dihujat habis-habisan. Untung tidak dapat diraih (baca: boleh jadi Gita ingin mendapat validasi menyoal child free?), malang tidak dapat ditolak.

Pada akhirnya Gita lepas kendali setelah beberapa warganet ia anggap menciderainya secara personal bahkan sampai mengeluarkan sumpah serapah terhadap dirinya. 

Ia pun lantas membuat klarifikasi live pada akun media sosialnya—dan apa yang dikatakannya semakin memperburuk situasi yang sudah buruk.

Ilustrasi seseorang yang menyaksikan live video dari seorang influencer. (Sumber Pexel | Foto oleh Joseph Redfield) 
Ilustrasi seseorang yang menyaksikan live video dari seorang influencer. (Sumber Pexel | Foto oleh Joseph Redfield) 

Warganet pun kaget Gitasav alias Gita Savitri ini bisa marah-marah pakai mukanya sendiri, bukan berlindung di balik avatar kpop atau anime.

Influencer harus sadar konsekuensi? 

Jamak kita dengar bahwa: 

Influencer harus sadar konsekuensi atas pilihannya menjadi figur masyarakat.

Masyarakat menuntutnya (baca: influencer) untuk selalu positive vibe—ia seolah diultimatum untuk taat aturan yang sifatnya mengikat dan tidak bebas nilai. 

Seorang influencer pada akhirnya "digurui" dengan definisi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun