Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kafka dan Sebuah Pengakuan

1 September 2021   21:43 Diperbarui: 1 September 2021   22:11 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang laki-laki dan keinginan terdalamnya. (Sumber: Pexel | Olya Prutskova) 

          Jika bukan karena mencintai suaminya, tidak mungkin Madelaine bisa bertahan dengan segala perlakuan dari orangtua Amos yang selalu membuat susah hati hanya karena mereka tak kunjung memiliki anak laki-laki sebagai penerus marga di keluarga. Terlebih tanda-tanda itu tak kunjung terlihat hingga Marta berumur enam tahun. 

          Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Amos sungguh sangat tertekan. Dan—

         Madelaine? Jangan kau tanya!

          Apalagi, ketika mertua laki-lakinya meminta  Amos untuk meninggalkannya untuk kemudian menyuruhnya menikah lagi. Mereka berdalih, garis keturunan marga tidak boleh berhenti.

          Bisa dibayangkan bagaimana sakit hati Madelaine ketika melewati hari-hari yang panjang seperti itu?!

          Sungguh pahit untuk diceritakanlah sehingga kedua orangtuanya tak ingin membagi luka itu, termasuk Madelaine, sang ibu. Namun, bukan berarti Kafka dan kedua kakaknya tidak bisa merasakannya. Seusai perhelatan pesta adat salah satu kerabat, luka itu diceritakan ibunya, dengan suara yang bergetar dan tentu saja mata yang basah.

          Tapi, setiap ratap tangis dan remuk hati yang diadukan Madelaine dijamah; panjang sabarnya berbuah. Kandungannya dititipkan seorang anak laki-laki yang kelak dinamai Kafka.

          "Aku bukan anak laki-laki yang baik bagi Mama, Nosa..." Ada kegetiran dalam nada suara itu—kegetiran yang bisa dipastikan berasal dari rasa sedih yang sudah lama disimpan. "Ternyata, tidak mudah untuk menjadi kuat ya?"

          Kafka mengasihani diri sendiri—atau lebih tepatnya mengejek.

          "Kau tidak harus menjadi kuat, Kafka..." sahut Nosa cepat. Setelah mengatakan itu, kedua bola matanya menangkap sesuatu yang panjangnya sekira tujuh senti berdiri bersisian dengan vas bunga kristal kecil yang berada di atas meja. Benda itu berwarna pink pucat dan bisa ia kenali sebagai lipstik.

          Ia sudah bisa mengira jika Kafka yang membeli lipstik itu. Ia sudah mendengarnya langsung dari mulut laki-laki itu beberapa waktu lalu jika ia akan belajar untuk lebih mengenali dirinya dengan lebih baik—dan tentu saja sudah mulai menyusun ancang-ancang untuk hidupnya ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun