Dari cinta dan patah hati, tentu saja ada hikmah yang harus diseriusi (baca: dipaksa) jika memang seseorang tidak ingin mengalami hal yang serupa di masa depan.
#Belajar berkomunikasi
Patah hati yang menyakitkan akibat cinta segitiga memang harus diseriusi. Karena bukan tidak mungkin trust issue kelak akan menjadi barang mahal—bahkan mungkin ada saja yang takut memulai menjalin hubungan lagi di masa yang akan datang karena perihal ini (baca: belum selesai dengan trauma masa lalu).
Trust issue yang dituruti jelas akan melahirkan sikap curiga—yang repot bukan satu orang saja; yang curiga dan yang dicurigai kebagian porsi.Â
Keduanya sama-sama punya posisi yang tidak enak dan dampaknya bisa membuat keadaan runyam di hari-hari yang akan datang. Parahnya, siklus akan berulang.
Saya tidak bilang kalau saya adalah seseorang yang ahli dan kompeten dalam menasihati seseorang dalam menjalani sebuah hubungan, alih-alih seorang mentor kawakan saat membantu orang lain menyikapi patah hatinya—tidak, bukan begitu, yang ingin saya katakan, seni berkomunikasi dengan pasangan jelas mutlak diperlukan—namun bukan berarti tidak sayang terhadap diri sendiri.
Pandai-pandailah menempatkan diri agar tidak ada yang merasa paling rugi.Â
#Terlalu Sayang Itu Sakit
Semakin dewasa pemikiran seseorang—atau semakin jelas seseorang dihadapkan dengan realitas (baca: menyoal perasaan dan percintaan) yang ada, seharusnya semakin imbang pula dia memaknai sebuah hubungan.Â
Tenang, itu bukan pendapat filsuf manapun, melainkan saya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!