Di sanalah fotografi memiliki cerita!
Tanpa dinyana fotografi bagi saya telah menjelma sebagai "guru" yang melatih kepekaan saya dalam menyikapi sesuatu; membuat saya mau tidak mau untuk lebih dekat pada apapun yang padanya saya berikan perhatian; tak peduli benda, orang, lingkungan—dan lain sebagainya.Â
Saya percaya, cerita melahirkan cinta—atau sebaliknya. Hanya saja, mustahil bagi saya untuk memupuk cinta terhadap obyek "buruan" saya dan melahirkan cerita dari sana, jika saya sendiri tidak membiarkan sisi peka dalam diri saya bekerja dengan baik.
Kepekaan itu tidak tumbuh sendiri, dia dilatih—dan saya membiarkan itu terjadi.
#5 Melatih interpersonal
Jika dia berwujud manusia, mungkin fotografi adalah salah satu orang yang padanya saya wajib memberikan ucapan terima kasih.
Betapa tidak, dia sudah banyak mengubah saya hari-hari ini.
Saya yang bisa dikatakan adalah tipikal orang yang terbilang irit bicara (baca: saya juga tidak jago dalam basa-basi)Â namun oleh karenanya menjadikan saya bisa terlihat ekspresif dewasa ini. Semua saya lakukan demi memuaskan hasrat saya dalam menghasilkan sebuah karya.
Dengan kata lain, fotografi seolah mampu melatih seni berkomunikasi saya terhadap orang lain—alih-alih terhadap diri sendiri—dan itu sangat patut saya hargai.
Baca juga: Selalu Ada Hipotesis untuk Dia yang Jago Bicara
Tentu saja, fotografi—layaknya profesi atau pekerjaan lain dan atau bahkan untuk disikapi sebagai sebuah hobi sekalipun—memiliki tempat khusus bagi para pelakunya (saya termasuk salah satunya); dan bagi saya ada banyak sekali alasan untuk mencintainya. Ini hanya lima di antaranya—dan
Sebagaimana teori-teori harus dihidupkan dengan praktik, fotografi juga bisa melakukannya, bedanya mungkin tidak cukup dengan satu "klik".
Tabik.
Disclaimer: