Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Every Picture Tells Story dan Ini 5 Alasan yang Membuat Saya Mencintai Fotografi

26 Juni 2021   04:39 Diperbarui: 26 Juni 2021   13:41 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selalu ada banyak alasan mengapa saya mencintai fotografi. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto candid ini dilakukan seorang teman.)

Jangan pernah beli kamera yang terbilang tidak ramah di kantong hanya untuk gaya-gayaan kalau pada akhirnya hasil foto yang dihasilkan tidak terlalu beda jauh dengan kamera lain yang kau punya (baca: kamera non profesional, alih-alih kamera smartphone).

Karena pada kenyataannya foto yang bagus seringkali lahir dari kamera standar yang terbilang "biasa" dengan fitur yang tidak njelimet atau ala kadarnya—alih-alih malah hasil foto dari kamera yang bagus justeru jarang membuat perhatian orang tercuri; jarang dipuji. 

Lha, kok bisa?

Terus, pertanyaannya, apakah tidak boleh membeli kamera yang mahal?

Saya tidak bilang tidak boleh. Karena jika seseorang merasa keahliannya dalam fotografi sudah mumpuni—alih-alih jago—biasanya dia akan lebih serius lagi.

Hingga pada akhirnya bisa saya katakan, totalitas memang boleh jadi dinilai dan "dihargai" dengan kamera (meski tak sepenuhnya benar). Itu wajar—yang tidak wajar adalah pamer kamera dan menilai orang yang kameranya tidak bagus itu tidak lebih jago motret dibandingkan dengan mereka yang punya kamera bagus—alih-alih mahal.

Maka, izinkan saya mengatakan ini:

Fotografi adalah seni dari mata fotografer itu sendiri, bukan semata-mata alat tempurnya.

Menyoal kamera, jujur saya pernah masuk dalam fase tidak percaya diri hanya karena kamera—beberapa tahun yang lalu, untuk pertama kalinya saya minder di lapangan saat bertugas.

Sebagai seorang female wedding photographer yang kala itu menjadi official photographer di sebuah pernikahan klien, kamera saya justru "dikalahkan" dengan kamera full frame seorang tamu undangan. 

Saya tidak tahu, apakah dia seorang pegiat fotografi atau bukan—alih-alih juga seorang fotografer kawakan, yang jelas Nikon D3 yang dibawanya waktu itu lebih dari cukup membuat mental saya susut. 

Namun, saya tak membiarkan mental saya mengerut lebih lama. Karena saya sadar ada banyak alasan mengapa saya mencintai dunia fotografi melebihi upaya membanding-bandingkan gear milik orang lain dengan gear milik sendiri.

Dan dari sekian banyak alasan-alasan yang ada (baca: setelah saya bergelut dan bergulat di dalamnya), berikut 5 alasan yang membuat saya mencintai fotografi.

#1 Mengingat yang telah lewat

Fotografi adalah seni bercerita melalui gambar. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista) 
Fotografi adalah seni bercerita melalui gambar. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista) 

Salah satu cara storytelling yang paling ampuh adalah dengan melakukan rekam jejak dari peristiwa yang sedang terjadi (baca: untuk kelak diresapi kenangannya)—dan agak mustahil bagi orang-orang dewasa ini tidak melakukan itu.

Ya, momen bisa datang dan pergi tapi fotografi tahu tugas utamanya adalah mengabadikan semuanya untuk diingat.

Jadi, tak heran reuni diisi dengan foto bersama, foto momen wisuda dilakukan dengan toga, kebersamaan dengan pasangan dirayakan pula dengan berfoto—yang boleh jadi dilakukan dengan meminta bantuan seorang pelayan restoran.

Belum cukup?

Bagaimana dengan mengabadikan momen di hari pertama bekerja, momen anak kesayangan dengan langkah-langkah kaki pertamanya, dapat bonus tiga kali lipat untuk pertama kali lalu kemudian mengabadikannya—dan lain sebagainya.

Tentu jangan pernah lupakan momen memulai hidup baru: pernikahan!

Baca juga: Kepincut Jadi Female Wedding Photographer? Boleh Saja tapi 4 "Pakem" Ini Harus Dipegang

Baca juga: Kepengin Nikah? Perbanyak Dulu Adegan Marahnya

Benar, fotografi mengajarkan saya dan membuat saya tahu menghargai tiap momen untuk diingat sebelum momen itu lewat.

#2 Melatih otak kanan

Percaya atau tidak, setelah menggeluti fotografi dari dekat, saya merasa dunia yang satu ini membuat saya percaya diri untuk mengaku kalau saya adalah seorang seniman (baca: dari segi visual—dan meski seni penilaiannya tergantung pada siapa pelakunya dan siapa penikmatnya) meski terkadang dalam waktu-waktu tertentu hanya satu foto yang mampu saya ciptakan.

Tapi, tak apa. Bukan itu poin pentingnya.

Yang ingin saya katakan, fotografi bisa mengasah "feel" saya, salah satunya dalam melihat sebuah foto; dia mampu menempatkan diri saya untuk jujur dalam menilai (baca: setelah saya memberikan feel tersebut).

Fotografi juga membuat otak kanan saya memiliki peran yang dominan (baca: dan menjadi penyeimbang otak kiri); membuatnya lebih produktif dan kreatif.

Dengan kata lain, fotografi mampu mengasah bakat dalam diri saya dengan cara yang "berbeda"—bahkan mungkin pada awalnya saya tidak menyadari bahwa saya bisa berpikir ke arah sana.

#3 Membantu melihat realitas yang sesungguhnya dari kehidupan

Every picture tells story.

Setiap foto memiliki makna atau pesan tersendiri bagi siapapun yang melakukannya. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)
Setiap foto memiliki makna atau pesan tersendiri bagi siapapun yang melakukannya. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)

Saya sepakat dengan ungkapan itu.

Benar sekali, tidak ada satu foto yang dibuat tanpa menyimpan makna atau pesan tersendiri—setidaknya bagi mereka yang melakukannya (baca: membuat foto itu ada untuk terdokumentasikan).

Salah satu contohnya, coba tanyakan bagi mereka yang suka sekali jeprat-jepret di jalanan dengan aliran street photography sebagai genre fotografinya; tanyakan apa yang sebenarnya membuat mereka tertarik berada secara langsung di lapangan.

Baca juga: 5 Hal yang Harus Dipikirkan Para Puan Saat Melakukan Street Photography Sendirian

Saya berani bertaruh—dengan seluruh eksistensi saya kalau perlu—bahwa para pegiat fotografi jenis ini ingin membantu orang-orang (baca: dengan mata visual mereka) untuk melihat realitas sesungguhnya dari kehidupan—sejatinya sebuah kenyataan.

Ya, biar foto yang bicara; biar foto yang membantu tiap orang memilih kata-kata apa yang pantas untuknya.

Setali tiga uang, pun saya melakukan hal yang sama.

#4 Cinta sering dimulai dari cerita

The camera makes you forget you're there. It's not like you are hiding but you forget, you are looking so much.

— Annie Leibovitz

Jalan yang dilewati setiap hari, orang yang kerap ditemui, bangunan yang tadinya menimbulkan decak kagum di hati—hingga seseorang yang disayangi, semuanya akan berubah dan perubahan itu adalah niscaya.

Di sanalah fotografi memiliki cerita!

Fotografi melatih kepekaan saya terhadap apa yang ada di sekitar saya. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)
Fotografi melatih kepekaan saya terhadap apa yang ada di sekitar saya. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)

Tanpa dinyana fotografi bagi saya telah menjelma sebagai "guru" yang melatih kepekaan saya dalam menyikapi sesuatu; membuat saya mau tidak mau untuk lebih dekat pada apapun yang padanya saya berikan perhatian; tak peduli benda, orang, lingkungan—dan lain sebagainya. 

Saya percaya, cerita melahirkan cinta—atau sebaliknya. Hanya saja, mustahil bagi saya untuk memupuk cinta terhadap obyek "buruan" saya dan melahirkan cerita dari sana, jika saya sendiri tidak membiarkan sisi peka dalam diri saya bekerja dengan baik.

Kepekaan itu tidak tumbuh sendiri, dia dilatih—dan saya membiarkan itu terjadi.

#5 Melatih interpersonal

Jika dia berwujud manusia, mungkin fotografi adalah salah satu orang yang padanya saya wajib memberikan ucapan terima kasih.

Betapa tidak, dia sudah banyak mengubah saya hari-hari ini.

Saya yang bisa dikatakan adalah tipikal orang yang terbilang irit bicara (baca: saya juga tidak jago dalam basa-basi) namun oleh karenanya menjadikan saya bisa terlihat ekspresif dewasa ini. Semua saya lakukan demi memuaskan hasrat saya dalam menghasilkan sebuah karya.

Dengan kata lain, fotografi seolah mampu melatih seni berkomunikasi saya terhadap orang lain—alih-alih terhadap diri sendiri—dan itu sangat patut saya hargai.

Baca juga: Selalu Ada Hipotesis untuk Dia yang Jago Bicara

Tentu saja, fotografi—layaknya profesi atau pekerjaan lain dan atau bahkan untuk disikapi sebagai sebuah hobi sekalipun—memiliki tempat khusus bagi para pelakunya (saya termasuk salah satunya); dan bagi saya ada banyak sekali alasan untuk mencintainya. Ini hanya lima di antaranya—dan

Sebagaimana teori-teori harus dihidupkan dengan praktik, fotografi juga bisa melakukannya, bedanya mungkin tidak cukup dengan satu "klik".

Tabik.

Disclaimer:

Tulisan ini adalah murni opini saya dan sekaligus sebagai jawaban tantangan dari tema challenge yang pernah saya lakukan melalui polling di Instagram saya. 

Hey, Miss A, done ya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun