Ada satu tips lagi, jika saya tertarik untuk melakukan street photography saat malam, biasanya saya memastikan lokasi tempat saya motret cukup terang untuk mengakali penggunaan ISO yang terlalu tinggi (baca: untuk mengurangi noise) atau shutter speed yang terlalu rendah—yang justeru membuat obyek saya rawan blur dan tidak fokus.
#4 Parkirkan kendaraan di tempat aman dan mudah dijangkau
Saya punya alasan memasukkan tips ini menjadi salah satu bagian penting sebelum saya bergerak menyusuri jalanan untuk mengabadikan tiap cerita yang saya anggap menarik untuk dimasukkan dalam rangkaian "cerita" di kamera saya.
Betapa tidak, bagaimana saya bisa tenang motret sementara keamanan kendaraan saya tidak bisa saya jamin sepenuhnya?!
Maka dari itu lokasi parkir yang aman sangat menentukan. Karena saya tidak mungkin berhenti beberapa meter sekali hanya untuk memarkirkan kendaraan demi foto-foto yang hendak saya abadikan (baca: kecuali, jika memang saya berangkat ke spot pemotretan tidak dengan menggunakan kendaraan pribadi)—dan tentu saja, saya tidak akan terlalu jauh motret dari tempat di mana kendaraan saya diparkirkan.
#5 Bawa uang saku secukupnya
Karena fotografi jalanan tidak bisa ditebak bagaimana jalan ceritanya, maka membawa uang saku secukupnya adalah wajib.
Contohnya, sebagai cara pendekatan dengan objek "buruan", saya kerap membeli dagangan mereka atau sekadar membelikan anak-anak mereka jajanan—atau sekalian saja memberikan "harga" untuk foto yang akan atau telah saya abadikan, jika memang pada akhirnya lobi-lobi saya (baca: seperti senyum atau obrolan singkat yang saya lakukan) tidak cukup "mempan".
Saya pernah melakukannya dan saya tidak menganggapnya sebagai beban. Karena jika terjadi maka saya anggap itu sebagai mutualisme yang sepadan—dan oh, tentu saja, uang saku juga bisa saya gunakan untuk saya icip-icip bukan?
Namun, karena alasannya tidak sepenuhnya diperuntukkan untuk itu, makanya saya tidak menyebutnya demikian sejak awal.
Ya, fotografi—menurut Destin Sparks dan saya sepakat—adalah kisah yang gagal diceritakan oleh kata-kata dan tugas seorang fotografer lah untuk memberikan keyakinan "lain" (baca: pesan tersendiri) pada orang-orang bahwa kegagalan kata-kata tadi bisa dilihat langsung oleh mata—dan membuat mereka percaya akan hal itu.
Tidak ada aturan yang baku memang dalam fotografi (baca: teknik pengambilan, komposisi, permainan warna—dan lain sebagainya); siapapun bisa melakukannya, hanya saja bagi—para—fotografer pelakunya, dia haruslah dekat dengan obyek utamanya. Oleh karenanya, persiapan haruslah dilakukan dengan matang. Semoga bermanfaat.
So, make your own preparation.
Tabik.