Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

5 Hal yang Harus Dipikirkan Para Puan Saat Melakukan Street Photography Sendirian

24 Juni 2021   04:39 Diperbarui: 24 Juni 2021   17:11 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Boots jadi salah satu sepatu pilihan saya saat street photography. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)

Ada satu tips lagi, jika saya tertarik untuk melakukan street photography saat malam, biasanya saya memastikan lokasi tempat saya motret cukup terang untuk mengakali penggunaan ISO yang terlalu tinggi (baca: untuk mengurangi noise) atau shutter speed yang terlalu rendah—yang justeru membuat obyek saya rawan blur dan tidak fokus.

#4 Parkirkan kendaraan di tempat aman dan mudah dijangkau

Saya punya alasan memasukkan tips ini menjadi salah satu bagian penting sebelum saya bergerak menyusuri jalanan untuk mengabadikan tiap cerita yang saya anggap menarik untuk dimasukkan dalam rangkaian "cerita" di kamera saya.

Betapa tidak, bagaimana saya bisa tenang motret sementara keamanan kendaraan saya tidak bisa saya jamin sepenuhnya?!

Maka dari itu lokasi parkir yang aman sangat menentukan. Karena saya tidak mungkin berhenti beberapa meter sekali hanya untuk memarkirkan kendaraan demi foto-foto yang hendak saya abadikan (baca: kecuali, jika memang saya berangkat ke spot pemotretan tidak dengan menggunakan kendaraan pribadi)—dan tentu saja, saya tidak akan terlalu jauh motret dari tempat di mana kendaraan saya diparkirkan.

#5 Bawa uang saku secukupnya

Karena fotografi jalanan tidak bisa ditebak bagaimana jalan ceritanya, maka membawa uang saku secukupnya adalah wajib.

Fotografi jalanan menyuguhkan realitas yang sebenarnya dari kehidupan. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)
Fotografi jalanan menyuguhkan realitas yang sebenarnya dari kehidupan. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)

Contohnya, sebagai cara pendekatan dengan objek "buruan", saya kerap membeli dagangan mereka atau sekadar membelikan anak-anak mereka jajanan—atau sekalian saja memberikan "harga" untuk foto yang akan atau telah saya abadikan, jika memang pada akhirnya lobi-lobi saya (baca: seperti senyum atau obrolan singkat yang saya lakukan) tidak cukup "mempan".

Saya pernah melakukannya dan saya tidak menganggapnya sebagai beban. Karena jika terjadi maka saya anggap itu sebagai mutualisme yang sepadan—dan oh, tentu saja, uang saku juga bisa saya gunakan untuk saya icip-icip bukan?

Namun, karena alasannya tidak sepenuhnya diperuntukkan untuk itu, makanya saya tidak menyebutnya demikian sejak awal.

Ya, fotografi—menurut Destin Sparks dan saya sepakat—adalah kisah yang gagal diceritakan oleh kata-kata dan tugas seorang fotografer lah untuk memberikan keyakinan "lain" (baca: pesan tersendiri) pada orang-orang bahwa kegagalan kata-kata tadi bisa dilihat langsung oleh mata—dan membuat mereka percaya akan hal itu.

Tidak ada aturan yang baku memang dalam fotografi (baca: teknik pengambilan, komposisi, permainan warna—dan lain sebagainya); siapapun bisa melakukannya, hanya saja bagi—para—fotografer pelakunya, dia haruslah dekat dengan obyek utamanya. Oleh karenanya, persiapan haruslah dilakukan dengan matang. Semoga bermanfaat.

So, make your own preparation.

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun