Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent |

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kepincut Jadi Female Wedding Photographer? Boleh Saja tapi 4 "Pakem" Ini Harus Dipegang

13 Juni 2021   05:39 Diperbarui: 13 Juni 2021   08:55 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan (Romanno via regional.kompas.com)

Sudah berapa jumlah fotografer profesional yang pernah mengabadikan momen dalam hidupmu?

Sepertinya, orang-orang tidak akan terlalu peduli dengan pertanyaan semacam ini—bahkan seandainya jika saya tidak melemparkannya, kau pun mungkin tidak akan mau repot-repot memutar segala peristiwa yang pernah singgah demi memancing sebuah ingatan untuk menjawabnya bukan?

Kalau begitu bagaimana rasanya jadi seorang fotografer profesional?

Well, waktu telah berhasil membantu saya menjawab pertanyaan ini, kawan—dan sepertinya semesta "mendengar" khayalan saya tahun-tahun masa lampau sewaktu saya menginginkannya untuk menjadikannya sebagai salah satu profesi mendulang rupiah.

So, lemme say, when fortune calls you, offer him a seat.

Bagi saya, menjadi seorang fotografer terutama sebagai fotografer dalam rangkaian momen sakral pernikahan (baca: pre-wedding, wedding, post-wedding) adalah sebuah kebanggaan. 

Bagaimana tidak, saya dipercaya sebagai salah satu orang yang mengabadikan foto-foto dua sejoli—berikut keluarga besar mereka; tentang betapa foto-foto itu akan layak untuk mereka kenang dua puluh tahun ke depan—atau lebih dari itu—terhitung sejak saat foto-foto itu diabadikan.

Sesuatu yang mungkin saja bentuk fisiknya kelak bisa usang dimakan usia, namun tidak dengan cerita yang ada di dalamnya.

Percayalah, selalu akan ada motif di balik sebuah pilihan dan tindakan yang diambil seseorang. Pun saya demikian—dan menjadi seorang female wedding photographer bukanlah perkara sembarangan. Setidaknya, saya sudah membuktikan itu (baca: di hampir satu dekade saya menggelutinya) sebagai karir—alih-alih hobi.

Baca juga ini: Jadi Female Wedding Photographer Bukan untuk Gaya-gayaan

Namun, tunggu dulu, jangan lekas patah arang. Sekalipun saya katakan menjadi seorang fotografer pernikahan bagi seorang puan bukan perkara yang gampang, saya tak akan ujug-ujug memupuskan harapan yang sudah terlanjur berkembang—dan jika ada seorang puan yang sudah terlanjur kepincut untuk jadi salah salah satu di antaranya, saya bersedia berbagi pengalaman. 

Couple session dengan pose menunjukkan cincin setelah prosesi lamaran selesai. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)
Couple session dengan pose menunjukkan cincin setelah prosesi lamaran selesai. (Sumber: Dokumentasi pribadi/Foto oleh Kazena Krista)
Ada beberapa hal di luar persoalan teknis (baca: semua hal ini bisa kau cari tahu sendiri karena tekonologi informasi sudah terlampau memanjakan kita) yang sudah saya pelajari yang harus seorang puan lakukan jika tertarik ingin menjadi seorang female wedding photographer dan hal-hal yang akan saya bagikan ini akan sangat membantu para puan mewujudkan impian itu—dan dari sekian banyak hal-hal non teknis yang jadi acuan, saya sudah mengerucutkannya menjadi empat (4) dan keempat ini adalah "pakem" dasarnya.

1. Sabar adalah anugerah terbesar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun