Neil Amstrong dan kawan-kawan mencatatkan namanya dalam buku atau kitab sejarah, itu jelas bukan kebetulan—itu adalah sebuah kejadian konseptual yang sengaja dirancang!
Saya tidak baru saja mendapatkan ilham yang kelewat brilian, kawan, sewaktu ingin mengatakan itu; saya hanya merasa saya harus mengatakannya—dan tulisan ini ada kaitannya dengan sesuatu yang sering menghambat seseorang terhadap apa yang sebenarnya dia inginkan; dia idam-idamkan—dan tentang betapa sering sekali seseorang mengerdilkan dirinya sendiri.
Baiklah, di sinilah pijakan tulisan ini akan saya mulai. Sabar, akan saya uraikan pelan-pelan.
Di satu postingan feed Instagram saya, saya pernah menuliskan keterangan seperti ini :
cita-cita tanpa kemampuan adalah mimpi di siang bolong.
Ya, memang tak sedikit orang yang gemar sekali "bermimpi"Â di siang bolong dan ini adalah sebuah cilaka yang bahaya, semoga kau tidak jadi salah satu di antaranya; saya takut sekali jika jawabannya "ya". Ups.
Bisa kau bayangkan apa jadinya jika Neil Amstrong dan kawan-kawan hanya sekadar mimpi di siang bolong—hanya mengidam-idamkan sebuah impian (baca: ingin mewujudnyatakan bagaimana rasanya mendarat di bulan)?—atau parahnya mereka memiliki niatnya tapi tidak benar-benar ingin melakukannya karena merasa itu sebuah ide gila yang tak satupun otak manusia bisa menerima?
Yash, you got my point, you know what i mean: this is self sabotage!
Sesederhana saya menyederhanakan definisi, self sabotage adalah keadaan disaat seseorang menginginkan sesuatu (baca: ingin sekali untuk diwujudkan) namun disaat yang nyaris hampir bersamaan orang itu mengganjal sendiri impiannya tersebut.
Penyebabnya macam-macam mulai dari belum mencoba tapi sudah bilang tidak bisa, takut kecewa, not good enough untuk sesuatu yang berharga nilainya, dan lain sebagainya.
Dengan berat hati saya katakan, pelaku self sabotage dengan impian besarnya masih kalah dengan seorang narsistik yang begitu percaya menunjukkan jati dirinya pada seluruh isi dunia. Padahal memberi afirmasi positif terhadap diri sendiri bukanlah sesuatu yang terlalu mewah?!
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa jadi acuan kuat untuk menangkal upaya self sabotage ini.
#1 Abaikan 4 kata penghancur cita-cita
Orang-orang yang punya nama "besar" akan selalu ditertawakan berikut impian-impian mereka. Setali tiga uang, tengoklah Neil Amstrong dan kawan-kawan.
Namun, orang-orang besar tidak sekadar mimpi di siang bolong, kawan; mereka mengupayakan: mereka memiliki kemampuan—dan mereka membayar lunas segala bentuk ucapan yang pernah menganggap remeh sebuah impian.
Lihatlah para ilmuan luar angkasa tadi, mereka sudah membuktikan bahwa ide gila hendak mengirimkan makhluk hidup—alih-alih manusia ke luar bumi—apalagi ke bulan, bukanlah sekadar isapan.
Ya, orang-orang besar mengabaikan "what will people say". Mereka beranggapan itu hanya akan membunuh impian—bahkan sebelum impian itu sempat dilahirkan.
#2 Tidak ada gunung yang terlalu tinggi untuk didaki
Apapun yang seseorang bisa impikan dan cita-citakan sejatinya setengahnya sudah menuju proses untuk terwujud—dan setengahnya lagi melalui berbagai upaya yang "benar-benar" diusahakan.Â
Dengan kata lain, berani untuk tidak menyabotase impian diawal adalah modal "mahal".
Bulan saja didatangi; tidak ada gunung yang kelewati tinggi untuk didaki—dan percaya terhadap potensi diri sendiri adalah kunci.
Berhenti mengerdilkan kemampuan adalah sebaik-baiknya pijakan!
#3 Gagal? Keep calm
Memang benar, ragam pesawat ulang alik dekade lima puluhan tidak jauh lebih bagus kualitasnya dibandingkan aneka pesawat ulang-alik yang pernah diterbangkan di tahun-tahun setelahnya; apa yang disebut "pemula" tidak selalu berbanding lurus dengan apa yang dikatakan sempurna—bahkan setengahnya saja kadang belum. Di situ letak masalahnya.
Maka, izinkan saya mengatakan:
trying to be perfect tidak akan selalu membuat banyak kejutan.
Terlalu menjadi perfeksionis diawal memang tidak disarankan. Karena itu hanya akan membuat kemampuan yang ada dalam diri terasa kurang.
Kesempurnaan hanya akan didapat dari kejatuhan, penolakan, serta kegagalan yang berulang-ulang sebelum semuanya menjadi lebih baik.
Ya, kualitas itu menyesuaikan, kawan.
#4 How does it feel living inside a box?
Dunia ini maha luas dan penuh dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang mengantarkan siapapun semakin dekat dengan apa yang menjadi impian, cita-cita, goal dan pencapaian—atau apapun orang menyebutnya—yang tersimpan dengan baik dalam kepala atau tersembunyi dengan rapi di satu sudut ruang di hati. Lantas, untuk apa tidak berani mencoba?
Lagipula, apa rasanya terkurung dalam kotak yang isinya cuma "itu-itu" saja?
Pada simpulannya, self sabotage hanyalah upaya menyabotase segala berkat yang telah berani didoakan untuk datang dan itu jelas tidak akan membawa seseorang mendekat ke arah impian (baca: atau sesuatu yang benar-benar diinginkan)—alih-alih memang terus akan tertunda—sepanjang tidak dihentikan.
Jadi, kalau manusia saja bisa ke bulan, kenapa kau takut mewujudkan impian—apalagi cuma sekadar....bilang sayang?
Cieeeee....
Yuk, mari belajar dari pengalaman Neil Amstrong dan kawan-kawan.
Tabik.
Disclaimer:
Tulisan ini adalah tantangan polling yang pernah saya ajukan di Instagram saya. Teruntuk Tuan yang Tidak-Ingin-Disebutkan-Namanya, ini tema yang kamu mau dan purna saya tulis. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H