Mungkin karena terobsesi dengan kecerdasan, selera humor seorang sapioseksual dianggap amatiran—setidaknya saya pun setali tiga uang.
Namun, di sisi yang berbeda, hal ini memaksa saya sepakat bahwa pendapat seseorang tentang satu hal boleh jadi tidak berangkat dari titik awal yang sama. Termasuk jika kita membahas selera humor seseorang. Tentu tak semua orang bisa menangkap di mana letak lucunya seorang Charlie Chaplin bukan?
Bagi sapioseksual, sesuatu yang menurut orang-orang lucu belum tentu baginya—atau sebaliknya. Di sini letak pentingnya sebuah keintiman dari seni sebuah obrolan.Â
Semakin kau bisa membuatnya tertawa—atau menertawakan sesuatu (yang menurutnya lucu)—kesempatanmu untuk merebut hatinya juga semakin besar.
#3 Suka baca.
Berapa uang yang kau anggarkan untuk beli buku sebulan? Berapa kali dalam sebulan kau menyambangi toko buku meski untuk sekadar baca-baca ringan? Jika kau gagap menjawab dua pertanyaan yang saya ajukan maka jangan sekali-kali punya keberanian untuk mendekati seorang sapioseksual. Karena dia tidak akan memasukkan kau sebagai hitungan!
Kau harus ingat, seorang sapioseksual adalah pemuja kecerdasan dan membaca adalah wajib bagi mereka.
Dianggap kutu buku tak akan jadikan masalah untuknya, ia tidak akan keberatan dengan itu.Â
Jadi, sudah sebanyak apa wawasan yang kau tahu?
#4 Fear of Missing Out.
Teknologi memang membuat hidup kita jadi lebih gampang walaupun tidak menjadi jaminan membuat penggunanya jadi lebih pandai.Â
Termasuk teknologi informasi.