Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku Harian Seorang Istri, Consent dan Jahatnya Patriarki yang Sistemik

25 Maret 2021   04:20 Diperbarui: 25 Maret 2021   07:40 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain sinetron Buku Harian Seorang Isteri (Sumber Magdalene.co)

Berangkat dari dialog antara tokoh-tokoh pemeran Buku Sinetron Seorang Isteri itu sendirilah saya tahu (yang saya dengar tatkala saya sering berkutat dengan revisi tulisan atau desain yang saya kerjakan dari kamar saya) hal tersebut.

Tersebutlah jika Nana pernah disekap berhari-hari oleh Kevin (Kevin Kambey), pesaing perusahaan keluarga Buwana (yang pernah menjadi mantan pacar dari mantan tunangan Dewa, Claudia, yang telah meninggal dunia akibat kecelakaan. Kevin yang menurut jalan cerita tetap setia pada asumsinya dengan menuduh bahwa kematian mantan pacarnya itu diakibatkan karena Dewa tidak menjaganya dengan baik. Kevin sangat mencintai Claudia.).

Singkat cerita (karena satu dan lain hal), Alya lah yang merekayasa (meskipun bukan yang menjadi pelaku penyekapan Nana) agar keluarga Buwana termasuk Dewa mempertanyakan apakah Nana mendapat pelecehan (atau perkosaan?)—atau tidak dari Kevin. Karena selama dia disekap, Nana tak sadarkan diri akibat dibius terus-menerus. Tentu saja, Alya melakukan itu sebagai bentuk perlawanannya yang merasa tertindas karena porsinya dalam kehidupan Dewa pelan-pelan hilang seiring terbukanya hati Dewa yang mulai menaruh hati pada Nana—selain motif terselubungnya yang dendam terhadap Farah (Dian Nitami), ibu Dewa. 

Tentu saja dugaan (atau tuduhan) Alya tersebut membuat Nana merasa "kotor" sebagai perempuan dan merasa tidak pantas untuk menjadi isteri bagi Dewa—dan mertuanya, ikut menekannya agar Nana melakukan tes "kewanitaan" dengan dalih (berlindung) demi menjunjung martabat keluarga—dan jika tes itu terbukti benar, maka Nana, menurutnya, pantas untuk diceraikan.

Di sinilah gagapnya pemahaman consent (baca: persetujuan) oleh seseorang dalam relasi hubungan antara dua individu dan langgengnya patriarki yang sistemik dalam masyarakat yang ingin saya bahas secara singkat melalui tulisan ini.

Consent (baca: bagi saya sendiri) dalam framing relasi sebuah hubungan (yang menyoal seks) adalah "persetujuan" dari dua pelaku yang terlibat di dalamnya; kedua belah pihak seharusnya memang setara, keduanya harus memiliki hasrat dan terpanggil dengan sukarela tanpa paksaan untuk melakukannya—dan (dalam part episode) sinetron yang tayang di jam prime time tersebut, kita gagal menyaksikan itu.

Para pemain utama sinetron Buku Harian Seorang Isteri (Sumber Galamedia-Pikiran Rakyat)
Para pemain utama sinetron Buku Harian Seorang Isteri (Sumber Galamedia-Pikiran Rakyat)

Bagaimana bisa Nana berpikir dia "kotor" (baca: karena dicekoki asumsi telah dilecehkan oleh Kevin) dan beranggapan dia tak pantas berhadapan dengan suaminya sebagai isteri jika memang benar dilecehkan—sementara jika dirunut Dewa juga pernah berselingkuh dengan Alya, sekretarisnya?

Mengapa pula mertuanya ujug-ujug mempertanyakan kehormatannya sebagai seorang perempuan dan sebagai seorang isteri namun di sisi yang lain justeru menutup mata akan perselingkuhan yang terang-terangan pernah dilakukan Dewa, anak laki-lakinya?—

Tetapi, yang saya tidak habis pikir, kok ada ya seorang perempuan (baca: isteri) yang bodohnya dengan sukarela menilai diri sendiri tak layak bagi suaminya (akibat asumsi yang belum terbukti kebenarannya bahwa dirinya telah dilecehkan laki-laki lain?); dengan kata lain dia merasa gagal memberikan yang terbaik sebagai seorang isteri untuk suaminya terhadap apa yang orang-orang sebut sebagai kehormatan atau kesucian seorang perempuan?!

Naif yang kelewatan atau dungu yang tak berdasar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun