Mulai dari sisi feminin saya yang dipertanyakan—karena hanya saya satu-satunya perempuan dalam tim saat menunaikan tugas di lapangan; atau kadang tak sempat makan karena "keduluan" (habis karena terlalu banyak tamu yang datang atau sudah dibungkus oleh pihak keluarga yang punya hajatan), atau memaklumi kalimat “datang cepat tapi pulang paling belakangan”.
Belum lagi, menahan rasa jengkel dengan para fotografer "dadakan" yang sudah tak berbilang—hingga senyum-senyum geli (saking sudah terlalu sering) disebut tukang foto oleh sebagian besar orang.
Meskipun demikian, saya menikmatinya. At least, saya bangga terhadap diri sendiri, terhadap apa yang—sudah—saya lakoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H