Tantangan kedua yang dihadapi generasi milenial Indonesia adalah munculnya paham-paham baru yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Globalisasi telah membuka jalan bagi masuknya berbagai pemikiran dan ideologi dari seluruh dunia, yang tidak selalu selaras dengan prinsip-prinsip Pancasila. Menchik (2016) menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pemahaman ideologi transnasional di kalangan generasi muda Indonesia, termasuk paham-paham yang cenderung eksklusif dan tidak toleran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan memudarnya pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Pemerintah dan lembaga pendidikan menghadapi tantangan untuk memperbarui pendidikan Pancasila agar tetap relevan dan menarik bagi generasi milenial (Latif, 2018).
Krisis identitas di tengah benturan budaya lokal dan global menjadi tantangan ketiga bagi milenial Indonesia. Sebagai generasi yang tumbuh di era globalisasi, milenial seringkali mengalami dilema antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan mengadopsi budaya global. Naafs dan White (2012) mengungkapkan bahwa banyak milenial Indonesia mengalami "percampuran budaya", di mana mereka berusaha menggabungkan unsur-unsur budaya lokal dan global dalam membentuk jati diri mereka. Namun, proses ini tidak selalu berjalan mulus dan seringkali menimbulkan konflik internal maupun eksternal. Tantangan bagi generasi ini adalah bagaimana mempertahankan akar budaya lokal sambil tetap terbuka terhadap perkembangan global, sebuah keseimbangan yang tidak mudah dicapai (Parker & Nilan, 2013).
Tantangan keempat yang dihadapi milenial Indonesia adalah perpecahan masyarakat akibat perbedaan pandangan politik dan sosial. Era media sosial telah memfasilitasi terbentuknya "ruang gema" dan "gelembung filter", di mana individu cenderung hanya terpapar pada informasi dan pandangan yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. Lim (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa perpecahan di media sosial Indonesia semakin meningkat, terutama terkait isu-isu politik dan agama. Fenomena ini berpotensi memecah belah masyarakat dan mengancam persatuan bangsa. Bagi generasi milenial, tantangannya adalah bagaimana membangun dialog yang membangun di tengah perbedaan, menjembatani kesenjangan pemahaman, dan mempromosikan toleransi serta keberagaman sesuai dengan semangat Pancasila, seperti yang dibahas oleh Hefner (2018).
Implikasi dan Peran Generasi Milenial
Generasi milenial Indonesia memiliki peran krusial dalam menjaga relevansi dan vitalitas Pancasila di era modern. Sebagai generasi yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi, milenial memiliki tanggung jawab unik untuk menjembatani nilai-nilai tradisional Pancasila dengan tuntutan zaman yang terus berubah. Berikut adalah beberapa implikasi dan peran penting yang dapat dimainkan oleh generasi milenial dalam konteks Pancasila:
- Reinterpretasi Nilai Pancasila: Generasi milenial perlu melakukan pemaknaan ulang terhadap nilai-nilai Pancasila agar tetap relevan dengan konteks kekinian, tanpa menghilangkan esensi dasarnya. Latif (2018) menegaskan bahwa reinterpretasi Pancasila, bukan berarti mengubahnya, melainkan menemukan cara baru untuk mengaplikasikan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan modern. Misalnya, dalam era digital, prinsip "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" dapat diinterpretasikan dalam konteks pemerataan akses teknologi dan informasi. Milenial dapat mengajukan ide-ide segar tentang bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan dalam isu-isu kontemporer seperti keberlanjutan lingkungan, kesetaraan gender, atau ekonomi digital. Pemaknaan ulang ini penting untuk memastikan bahwa Pancasila tetap menjadi panduan yang hidup dan bermakna bagi generasi baru, bukan sekadar slogan yang dihafalkan tanpa pemahaman mendalam.
Inovasi Berlandaskan Pancasila: Memanfaatkan kemajuan teknologi dan kreativitas untuk mengembangkan inovasi yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila merupakan peran penting generasi milenial. Ini bisa berupa pengembangan aplikasi mobile yang mempromosikan gotong royong digital, platform e-commerce yang mendukung UMKM lokal sebagai wujud keadilan ekonomi, atau sistem pendidikan online yang menjangkau daerah terpencil untuk mewujudkan keadilan sosial. Inovasi berbasis Pancasila juga bisa diwujudkan dalam bentuk solusi teknologi untuk mengatasi masalah sosial, seperti aplikasi pelaporan korupsi atau platform diskusi lintas agama untuk memperkuat toleransi. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam inovasi teknologi, milenial dapat membuktikan bahwa ideologi negara ini tetap relevan dan dapat menjawab tantangan zaman (Adinda, S., & Asbari, 2022).
Menjadi Agen Persatuan: Di tengah meningkatnya polarisasi masyarakat, generasi milenial memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan yang mempersatukan berbagai kelompok. Dengan keterampilan digital dan pemahaman lintas budaya yang umumnya lebih baik, milenial dapat memfasilitasi dialog antar kelompok yang berbeda pandangan(Adinda, S., & Asbari, 2022). Ini bisa diwujudkan melalui inisiatif seperti forum diskusi online yang mempromosikan pertukaran ide secara damai, kampanye sosial media yang menekankan keberagaman Indonesia, atau proyek kolaboratif yang melibatkan berbagai komunitas. Milenial juga dapat aktif dalam gerakan melawan hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, yang sering menjadi pemicu perpecahan. Dengan menjadi contoh dalam membangun komunikasi yang konstruktif dan inklusif, generasi ini dapat membantu meredam ketegangan sosial dan memperkuat persatuan bangsa sesuai dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Diplomasi Budaya: Memperkenalkan nilai-nilai Pancasila ke dunia internasional melalui berbagai platform digital dan media sosial adalah peran yang sangat penting bagi generasi milenial. Dengan konektivitas global yang dimiliki, milenial Indonesia dapat menjadi duta budaya yang efektif, menampilkan bagaimana Pancasila menjadi landasan kehidupan berbangsa yang harmonis dalam keberagaman (Hoon, 2017). Ini bisa dilakukan melalui konten kreatif di media sosial, blog, vlog, atau podcast yang menggambarkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Milenial juga dapat aktif dalam forum internasional online, berbagi pengalaman Indonesia dalam mengelola keberagaman melalui Pancasila. Diplomasi budaya semacam ini tidak hanya meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia, tetapi juga memperkuat pemahaman dan apresiasi terhadap Pancasila di kalangan generasi muda Indonesia sendiri.
Kritis dan Bijak: Mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk menyaring informasi dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila adalah keterampilan vital yang perlu dikuasai generasi milenial. Di era informasi yang berlimpah dan beragam ideologi yang masuk, kemampuan untuk menganalisis secara kritis dan memilah informasi menjadi sangat penting. Milenial perlu mengasah kemampuan literasi digital dan literasi media untuk dapat mengenali berita palsu, propaganda, atau ideologi ekstrem yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila (Mukhlis & Rahayu, 2023). Ini bisa dilakukan melalui partisipasi dalam workshop literasi digital, diskusi kelompok tentang isu-isu kontemporer, atau bahkan mengembangkan platform edukasi online tentang pemikiran kritis. Dengan kemampuan berpikir kritis, generasi milenial tidak hanya dapat melindungi diri dari pengaruh negatif, tetapi juga menjadi agen aktif dalam menyebarkan pemahaman yang benar tentang Pancasila dan nilai-nilainya.
Melalui peran-peran ini, generasi milenial dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga relevansi dan vitalitas Pancasila di era modern, memastikan bahwa ideologi negara ini tetap menjadi panduan yang bermakna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Â