Katedrarajawen _Saat waktunya bersembunyi di balik selimut, masih ada gerakan hati untuk 'berjalan-jalan' di dunia maya.Â
Membaca-baca. Ketika hendak berkomentar, ingin mencari referensi. Mau bergaya barangkali. Ada untungnya.Â
Ada nasib baik bertemu kembali dengan dua puisi. Senang sekali. Sebab sudah lama bersembunyi. Sejak ditulis pertama kali 2012 dan tak basi. Ada yang berbaik hati membagikan lagi.Â
Selain sebagai bahan introspeksi kembali. Bisa pula menjadi bahan koreksi.Â
Sebenarnya pertama baca lagi bingung sendiri. Apa tidak salah yang menulis saya sendiri. Bukan masalah bagus atau tidak. Kenapa bisa menulis seperti ini. Tentang nurani.Â
Sebab itu saya bagikan kembali bersama kita nikmati. Mohon berkenan bila ada yang sudi menemani. Berbaik hati pula untuk memberikan koreksi yang bergizi.Â
Menyambut Suara Hati
#Suara hati
Apakah telah mati?
Entah ke mana pergiÂ
Tak menyapa memberi makna lagi
Berlaku sesukanya lepas kendali
#Suara hati
Kemanakah aku mencari?
Kuyakini engkau tidak mati
Kurindu pengajaranmu setiap hariÂ
Membuat aku berarti dan tahu diri
#Suara hati
Kutahu masih disini
Tak pernah meninggalkanku sendiriÂ
Setia menemani dalam kasih
Hanya kebodohan dan keegoan menutupi
#Suara hati
Sungguh berbahagia saat ini
Aku masih memiliki di sini
Bisa mendengarkan bisikmu kembali
Membuat aku terjaga dan mengerti
#Suara hati
Aku bersyukur masih terdengar lagiÂ
Sementara banyak yang tak sadar diri
Tak mau lagi mendengar bisikmu sebagai refleksiÂ
Tergoda, terlena, dan terjebak kesesatan pengertian sendiri
#Suara hati
Aku menyambut sebagai sahabat sejatiÂ
Kusingkap tirai kebodohan, keangkuhan dan keegoan menjauh pergi
Ajari, aku akan menjadi murid manis yang mengertiÂ
#Suara hati
Engkaulah tuanku yang pastiÂ
Penguasa tubuh palsu ini
Engkaulah kesejatian diri
Kusambut kehadiranmu selalu kini
#Suara hati
Kusambut hadirmu dalam segala sukacita yang melampaui
Kutahu engkaulah kebenaran nan suci
Suara kebenaran yang tak terbantah titipan yang Mahatinggi
#Suara hati
Suara kebenaran hakikiÂ
Menjadikan aku benar berartiÂ
Menjadi aku manusia sejatiÂ
Bersyukur dan berterima kasihÂ
Layak kupersembahkan pada nuraniku yang masih murniÂ
Ini hasilnya setelah saya koreksi dengan gaya terkini. Bandingkan dengan yang ditulis pertama kali. Â Yang kemudian saya temukan di SINI.Â
Sunyi, Sepi dan Nurani
Malam ini
Tatkala hujan mengiringi
Aku tertunduk sepi
Sunyi yang teramat menyelimuti
Hingga suara nurani begitu jernih
Larut dalam meditasiÂ
Saatnya refleksi
Mencari
Menggali
Menjelajahi
Menyelami
Merenungi
Sepi bukan mati
Sunyi bukan tak berarti
Nurani penguasa diri
Dalam sepi dan sunyi
Aku menari dan bernyanyi
Puisi ini hanya mengalami perubahan sedikit. Hanya mengubah dan menambah satu kata dan menghilangkan tiga kata. Sebagai pembandingnya yang dimuat kembali di SINI.Â
Saya tidak tahu lebih baik atau bergaya yang mana. Karena dalam pikiran saya saat menulis itu ada rasa nyaman dan bisa menjadi bahan refleksi. Ditambah ibarat makanan, tidak cepat basi.Â
Sebenarnya saya juga menemukan tulisan motivasi mingguan selama setahun yang dimuat kembali di dua blog.Â
Bila ini terjadi, cukuplah mengucap syukur. Bahwa apa yang kita tulis masih ada yang peduli dan berarti.Â
Buktinya sampai mau dipublikasikan di blognya. Anggaplah itu sebuah niat baik. Sama halnya ketika kita menulis dengan sebuah niat baik. Cukup sampai di sini.Â
@catatanringanÂ