Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buang Rejeki

19 November 2018   08:24 Diperbarui: 19 November 2018   09:14 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara kebetulan saya melihat seorang rekan kerja dengan santai membuang dua bungkus plastik sayur yang belum dimakan sama sekali.

"Loh kok dibuang?" selidik saya.

"Kebanyakan, udah kenyang!" ia beralasan.

Seketika jurus genit saya keluar. Apalagi saya tahu teman ini suka bicara agama dan Tuhan. Kebetulan.

"Kamu percaya kan setiap apa yang kamu dapat itu rejeki dari Tuhan? saya awali dengan pertanyaan.

Dengan yakin ia menjawab,"Iya dong!"

Kenapa jebakan betman nih.

"Nah, dengan membuang makanan sembarangan begitu berarti kamu buang-buang rejeki dong?" lagi saya cecar dengan pertanyaan.

Ia tampak senyum-senyum dan malu-malu,"Iya sih."

Lanjut,"Itu sama artinya gak menghargai pemberian Tuhan."

Untung pas jam kerja, kalau tidak bisa berubah jadi acara ceramah di siang bolong.

Memang miris, kita sebagai manusia yang memiliki akal budi, bukan hanya sedemikian mudah membuang sampah sembarangan. Namun makanan yang diyakini sebagai pemberian Tuhan pun bisa dengan tanpa merasa bersalah menyia-nyiakannya.

Tetapi beginilah dunia ini dengan segala baik dan buruknya. Ketidakbenaran dan kebenaran selalu berdampingan. Yang hidup dalam akal Budi dan tidak tahu budi. Yang bisa mengatakan kebenaran namun hidupnya dalam kesalahan.

Ehm...bagian ini yang paling tidak enak menuliskannya. Bak sebilah pisau menusuk ke dalam ulu hati.

Sekali lagi beginilah dunia dengan penghuninya yang masih tak mengenal sejati dirinya dan hidup menjadi tuan atas dirinya.

||Pembelajarandarisebuahperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun