Secara kebetulan saya melihat seorang rekan kerja dengan santai membuang dua bungkus plastik sayur yang belum dimakan sama sekali.
"Loh kok dibuang?" selidik saya.
"Kebanyakan, udah kenyang!" ia beralasan.
Seketika jurus genit saya keluar. Apalagi saya tahu teman ini suka bicara agama dan Tuhan. Kebetulan.
"Kamu percaya kan setiap apa yang kamu dapat itu rejeki dari Tuhan? saya awali dengan pertanyaan.
Dengan yakin ia menjawab,"Iya dong!"
Kenapa jebakan betman nih.
"Nah, dengan membuang makanan sembarangan begitu berarti kamu buang-buang rejeki dong?" lagi saya cecar dengan pertanyaan.
Ia tampak senyum-senyum dan malu-malu,"Iya sih."
Lanjut,"Itu sama artinya gak menghargai pemberian Tuhan."
Untung pas jam kerja, kalau tidak bisa berubah jadi acara ceramah di siang bolong.
Memang miris, kita sebagai manusia yang memiliki akal budi, bukan hanya sedemikian mudah membuang sampah sembarangan. Namun makanan yang diyakini sebagai pemberian Tuhan pun bisa dengan tanpa merasa bersalah menyia-nyiakannya.
Tetapi beginilah dunia ini dengan segala baik dan buruknya. Ketidakbenaran dan kebenaran selalu berdampingan. Yang hidup dalam akal Budi dan tidak tahu budi. Yang bisa mengatakan kebenaran namun hidupnya dalam kesalahan.
Ehm...bagian ini yang paling tidak enak menuliskannya. Bak sebilah pisau menusuk ke dalam ulu hati.
Sekali lagi beginilah dunia dengan penghuninya yang masih tak mengenal sejati dirinya dan hidup menjadi tuan atas dirinya.
||Pembelajarandarisebuahperistiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H