Harus di akui, omong kosong itu sudah menjadi keseharian kita. Begitu bangun tidur, karena masih mengantuk setelah nonton el clasico. Jurus omong kosong dipraktikkan dengan meyakinkan.
"Maaf Pak, hari ini saya ijin. Lagi kurang enak badan. Panas dingin. Ini gak bisa bangun-bangun."
Ada lagi, baru saja sampai dan duduk di meja kantor. Boss langsung memberikan bonus menu untuk omong kosong hari itu.
"Kalau ada yang telepon atau ingin bertemu, bilang saya sedang ke luar kota."
Apalagi dalam bidang pemasaran, urusan omong kosong itu sepertinya kewajiban yang tak tertulis. Walau ditutupi dengan bahasa indah dan pembenaran.
Terbukti semua pemasar mengklaim produknya yang terbaik alias nomor satu. Omong kosongnya produk lain nomor dua.
Bahkan dalam hal beragama pun tidak lepas dari omong kosong. Padahal agama jelas-jelas melarang untuk omong kosong. Nah, loh!
Omong kosong macam apa?
Iming-iming tentang surga. "Kalau Anda ikut agama ini, Anda dijamin masuk surga. Tanpa ada syarat-syarat tertentu seperti iklan."
Atau,"Kalau saudara bisa membunuh banyak orang tertentu dengan bom bunuh diri ini, maka saudara dijamin masuk surga dan dapat bonus bidadari."
Ya, tidak heran kalau ada umat yang termakan omong kosong ini. Sampai-sampai ia yakin, kalau membunuh, berzina, dan mencuri pun ia tetap akan masuk surga. Apalagi kalau cuma berbohong.
Dengan bangga dan dihiasi kesombongan ia berkata,"Nama saya sudah terdaftar di surga! Kalau mati sudah ada malaikat yang menjemput."