Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [16]

10 April 2011   00:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13023995831628605227

"Ya, Fer. Memang orangtua Tri tidak merestui hubungan kami. Aku dan Tri harus menerima kenyataan ini. Tapi bagaimanapun aku tidak bisa begitu saja melupakan Tri!" Li akhirnya menyerah juga untuk berterus terang.

"Aduuuuuh, Li. Memang wanita di dunia hanya Tri saja ya?! Bukankah masih ada aku yang selalu setia menunggu!" Fera berkata sambil mendekatkan wajahnya kearah Li tanpa sungkan. Fera memang termasuk tipe cewek yang agresif. Selain cantik, tubuhnya tinggi semampai, dan bergaya modis.

"Iya sih. Tapi, kamu itu bukan cewek tipeku. Kamu terlalu sempurna untukku, Fer!" Tanpa sungkan Li berkata demikian.

Lagi-lagi Fera tertawa lepas mendengar ucapan Li yang entah meledek atau sedang memujinya.

"Li, Li. . . Ternyata kamu itu seleranya Padang banget ya?! Bukan hanya masakannya yang kamu suka, tapi ceweknya juga ha ha ha ....." Fera seakan menyindir Li.

"Apa salahnya? Lagian masakan Padang itu memang enak. Pedasnya itu lho! Kalau soal ceweknya? Ehm..... Rahasia dong! He he he . . . "Li tak mau kalah untuk tertawa juga.

Siang sudah beranjak dan waktunya makan siang tiba. Kemudian Fera mengajak Li makan siang bersama di luar. Bukan seperti biasanya di kantin kantor.

Mereka berjalan beriringan. Li sesekali menatap erat wajah Fera. "Ah, boleh juga dan ternyata Fera adalah wanita yang memang enak diajak bicara. Selama ini aku tidak memperhatikannya!" Batin Li.

Waktu makan siang itu benar-benar terasa menyenangkan bagi Fera dan Li. Suasana keceriaan yang mewarnai membuat Li sejenak bisa melupakan Tri yang sedang tidak berada disisinya. ** Berulangkali dari tadi pagi Mama meminta
Tri menghubungi Ramli, apalagi nanti adalah 
malam minggu.

“Ahh, Mama Tri tak bisa semudah itu.” Tri masih saja memandangi telepon genggamnya, ingin sekali 
mengabarkan tentang dirinya yang
 kebingungan pada Li. Tapi dia tidak sanggup
 melakukannya. 
Tri tidak ingin menghadirkan beban bagi Li.

Tri membayangkan sedang
 apakah Li siang-siang begini? Biasanya setiap jam makan siang mereka akan selalu
 bertemu. Walau hanya sebentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun