"Ya, Fer. Memang orangtua Tri tidak merestui hubungan kami. Aku dan Tri harus menerima kenyataan ini. Tapi bagaimanapun aku tidak bisa begitu saja melupakan Tri!" Li akhirnya menyerah juga untuk berterus terang.
"Aduuuuuh, Li. Memang wanita di dunia hanya Tri saja ya?! Bukankah masih ada aku yang selalu setia menunggu!" Fera berkata sambil mendekatkan wajahnya kearah Li tanpa sungkan. Fera memang termasuk tipe cewek yang agresif. Selain cantik, tubuhnya tinggi semampai, dan bergaya modis.
"Iya sih. Tapi, kamu itu bukan cewek tipeku. Kamu terlalu sempurna untukku, Fer!" Tanpa sungkan Li berkata demikian.
Lagi-lagi Fera tertawa lepas mendengar ucapan Li yang entah meledek atau sedang memujinya.
"Li, Li. . . Ternyata kamu itu seleranya Padang banget ya?! Bukan hanya masakannya yang kamu suka, tapi ceweknya juga ha ha ha ....." Fera seakan menyindir Li.
"Apa salahnya? Lagian masakan Padang itu memang enak. Pedasnya itu lho! Kalau soal ceweknya? Ehm..... Rahasia dong! He he he . . . "Li tak mau kalah untuk tertawa juga.
Siang sudah beranjak dan waktunya makan siang tiba. Kemudian Fera mengajak Li makan siang bersama di luar. Bukan seperti biasanya di kantin kantor.
Mereka berjalan beriringan. Li sesekali menatap erat wajah Fera. "Ah, boleh juga dan ternyata Fera adalah wanita yang memang enak diajak bicara. Selama ini aku tidak memperhatikannya!" Batin Li.
Waktu makan siang itu benar-benar terasa menyenangkan bagi Fera dan Li. Suasana keceriaan yang mewarnai membuat Li sejenak bisa melupakan Tri yang sedang tidak berada disisinya. ** Berulangkali dari tadi pagi Mama meminta Tri menghubungi Ramli, apalagi nanti adalah malam minggu.
“Ahh, Mama Tri tak bisa semudah itu.” Tri masih saja memandangi telepon genggamnya, ingin sekali mengabarkan tentang dirinya yang kebingungan pada Li. Tapi dia tidak sanggup melakukannya. Tri tidak ingin menghadirkan beban bagi Li.
Tri membayangkan sedang apakah Li siang-siang begini? Biasanya setiap jam makan siang mereka akan selalu bertemu. Walau hanya sebentar.