Cinta yang agung tak lelah untuk terus mengembara menemukan keindahannya walau banyak rintangan yang membentang....dan juga pengorbanan yang tiada nilainya.
[caption id="attachment_97763" align="alignleft" width="338" caption="GettyImages"][/caption] *
Airmata masih belum mengering dari pipi Tri, sementara sang kekasih Li, dapatmenahan diri untuk tidak larut dalam kesedihan. Tri, masih tiada habis tanya, mengapa ia dan Li bisa jatuh cinta hanya padapandangan pertama dan langsung sehati?!
Mengapa dan mengapa? Bukankah ini yang namanya jodoh? Lalu mengapa perbedaan yang ada pada mereka menjadi penghalangbersatunya cinta antara dirinya dan kekasih yang begitu dicintainya, Li?!
Bukankah cinta yang mengisi setiap insan yang ada adalah sama warnanya?
*
Li masih tegar bagai batu karang menghadapi dilema cintanya dengan Tri yang bukan hanya beda suku, tetapi juga beda agama. Sama kokohnya juga pendirian keduaorangtua Tri untuk tidak mengijinkan mereka menikah dengan tiada pilihan lain, selain bila Li bersedia mengikuti keyakinan Tri.
“Tri, aku belum menyerah, karena aku yakin Tuhan pasti akan membukakan jalan untuk cinta suci kita. Aku hanya ingin kita bahagia pada kehidupan ini, bukan nanti !” Li masih meyakinkan Tri dan dirinya.
“Tapi Ko, sepertinya aku sudah menyerah dan tidak ada pilihan lain lagi !” Dengan suara memelas Tri berkata. Belakangan ini, Tri mulai memanggil kekasihnya, Li, dengan sebutan “koko ”, katanya terasa lebih mesra dan enak. Li, memeluk kekasihnya yang kehilangan gairah.
“Tri, percayalah masih ada harapan bagi kita untuk bersatu. Begitu hati kecilku berbisik !” Tri mengangguk dan mulai tersenyum. Limenghapus airmata kekasihnya yang masihtersisa.
”Mungkin untuk sementara ini, kita endapkan dulu persoalan ini ya, Ko.. !” Tri meminta dan melanjutkan, “ Aku ingin kita menjalani saja semuanya, mengalir laksana air. Jika pada masanya nanti semuanya akan bermuara jua di laut lepas. ” Tambah Tri.
“Apa yang ada di pikiran Koko sekarang Ko.. ?” Tanya Tri mengagetkan Li.
“ Ya ..aku setuju Tri, sementara ini kita tidak usah memaksa keluargamu dulu. Kita tetap begini sampai kita punya jalan keluar yang tepat. ” Jawab Li.
Mereka terdiam, membisu di tengah gemuruh cinta yangbergelora di hati masing-masing seiring gelora ombak di pantai pulau Bidadari.
“Minggu depan aku ingin pulang kampung, Ko! Aku ingin menenangkan hati dan pikiran ini. Aku juga rindu kampung halaman. ” Pernyataan Tri memecah kebisuan mereka.
Li menatap Tri sendu, ia bisa membayangkanrasa yang berkecamuk di hati kekasihnya itu.
“ Aku pikir itu ide yang baik, barangkali dengan bertemu sahabat-sahabat lama dan saudara di kampung kamu bisa lebih tenang. Aku akan menunggumu, sementara ada pekerjaan yang juga harus kukerjakan secepatnya. Kemungkinan aku akan keluar kota beberapa hari. ” Li menggenggam tangan kekasihnya dengan penuh cinta. Berat rasanya harus berpisah denganbelahan hati walau hanya beberapa saat karena masih terasa begitu tebal rindu diantara mereka.
*
Dunia memang bukan hanya Tri dan Li yang sedang dalam gelora asmara. Diam-diam ada sosok lain yang selalu memperhatikangerak-gerik Tri.Rizal, nama pemuda itu yang kebetulan sedaerah dengan Tri. Sering ia mencuripandang dan berusaha menarik hati Tri.
Tetapi selama ini Tri tidak begitu memperhatikan, sebab di mata dan di hatinya hanya ada Li seorang. Baginya selain Li, tidak ada lagi sosok lelakiyang menarik.
Pagi, siang, dan malam, hanyaada Li yang mengisi relung hatinya. Demikianlah perasaan cinta yang begitu mendalam di hati Tri.
***
Pagi itu Li dan Tri sudah ada di bandara, hariini Tri akan pulang kampung, Li mengantar dan melepas kepulangan kekasihnya denganhati berat. Tangan mereka saling berpegangan, terasa berat melepaskan genggaman itu.
“Hati-hati ya, dan cepat kembali. ” Senyum tulus Li membuat hati Tri lebih kuat.
“Iya, hanya seminggu, Koko. ” Jawab Tri manja, lalu mereka berpisah. Tanpa terasa pesawat yang ditumpangi Tri telah mendarat di Ranah Minang. Tri menarik nafas lega, “Bahagia sekali bisa kembali menghirup udara segar tanah kelahiranku. ” Gumam Tri. Dia melepaskan seluruh pandangannya ke sekeliling, udara sejuk ini begitu dirindunya, berbeda sekali dengan panasnya ibu kota.
Sudah cukup lama Tri tak pernah lagi menginjakkan kaki di negeri asalnya, karenakesibukannya di Jakara ia jadi jarang pulang. Kalau ia merindukan orang tuanya, mama dan papalah yang selalu menyusulnya keJakarta.
Kini Tri merasa tidak percaya iasudah ada di sini. Di tempat kelahirannya.
“Tri …!” Suara seseorang mengagetkan Tri, ia berpaling kearah suara itu.
“Rizal..? Pulang juga?” Tanya Tri dengan senyuman ramah.
“ Iya, mendadak saja, tanpa rencana ada keperluan keluarga. ” Jawab Rizal terlihat sumbringah sekali bertemu Tri tentu saja, karena wanita itu kini sendiri. Tanpa ada Li kekasih Tri di sisinya. Rizal merasakan ini kesempatan emas baginya untuk mendekati Tri. Harapannya untuk bisamemiliki gadis manis itu semakin bergejolak. “
Berapa lama di sini Tri ?” Tanya Rizal.
“Ahh tidak lama, paling hanya seminggu. Karena ada banyak pekerjaan yang menunggu di Jakarta. ” Jawab Tri jujur.
“Waah, ditunggu pekerjaan apa ditunggu pacar?”Celetuk Rizal menggoda, membuat Tri bersemu merah. Tri hanya tertawa, bayangan kekasihnya Li kembali hadir di benaknya. Baru beberapa jam ia sudah mulaimerindukan Li.
“Sudah siang, gimana kalau aku traktir makan dulu sebelum pulang ?” Tawaran Rizal membuyarkan lamunannya tentang Li. Rizal tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Hmm…boleh, kebetulan aku sudah lapar juga.” Balas Tri, tanpa ada sedikitpun curiga Rizal tengah menjalankan misinya. Karena dihatinya tidak ada yang lain selain Li.
“ Mau makan apa..? “ Rizal melanjutkan pertanyaannya.
“ Aku ingin sekali makan ikan bakar Lubuk Idai, gimana kalau kita ke sana aja ?” Jawab Tri menawarkan.
“Ok, boleh juga aku juga ingin mencicipinya. Sepertinya menggugah selera. ” Ujar Rizal.
Mereka menumpang sebuah taxi menyusuri jalan kota provinsi yang sudah sangat lama tidak pernah mereka lalui. Tri menikmati makan siang itu tanpa perasaan apa-apa. Baginya Rizal tidak lebih hanya seorang sahabat satu kampung yang mengadu nasib di ibu kota. Rasa persaudaraan itu mengikat hati mereka.
Berbeda dengan Tri, Rizal menaruh harapan lebih padanya. Buat Rizal Tri adalah gadis impiannya. Kriteria perempuan yang diinginkannya hampir semua dimiliki gadis sekampungnya ini. Sejak lama Rizal memperhatikan Tri, sampai ia tidak sedikitpun membuka hati untuk yang lain.
Tetapi karena Tri begitu mencintai Li Rizal tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Pertemuan mereka yang tidak sengaja kali ini, membuat Rizal tidak sanggup lagi menahan perasaannya. Apapun jawaban Tri ia harus mengungkapkannya.
“Bagaimana hubunganmu sama Li Tri ?” Pertanyaan Rizal memulai percakapan. .
“Ooooh..Baik-baik saja. ” Sedikit kikuk Tri menjawab ia tak menyangka Rizal bertanya soal itu.
“ Kapan kalian akan menikah ?” Lanjut Rizal lagi' .
“ Hmmm…belum tahu Zal, masih menunggu persetujuan orangtuaku dulu. ” Jawab Tri dengan nada berat.
“ Kenapa harus memaksa Tri? Maaf bukannya ingin mencampuri, tapi menurutku lebih baik kamu berpikir lagi untukmelanjutkan hubungan itu. ”
Tri geram, dan benci dengan jawaban Rizal. Yang dia butuh sekarang bukan kata yang melemahkan semangatnya, tetapi penguatan untuk pilihan hatinya. Tri memilih diam, dan tak menjawab pernyataan Rizal.
“ Kalau kau putus dengan Li, aku siap menggantikan posisi Li di hatimu. ” Ucap Rizal tanpa basa basi. Tri tercekat, ia tertunduk. Bayangan Li kembali hadir menghiasi pelupuk matanya.
“Kenapa Ko..pada saat kita memperjuangkan cinta ini, harus ada lagi persoalan yang menghampiri. Seberat inikah Koko jalan kita untuk mencapai kebahagiaankita ?” Tri membathin. Rizal berusaha mengenggam tangan Tri. Cepat Tri menepisnya.
“ Maafkan aku Rizal, aku tidak bisa menerimamu, hatiku sepenuhnya sudah ku berikan untuk Li. Aku tidak bisa menerima cinta lain selain cinta Li. Maaf.” Mereka saling diam dalam waktu yang cukuplama.
“Baiklah Tri, aku mengerti dan aku lega sudah mengungkapkan semua yang selama ini kupendam. Keputusannya ada padamu. Aku akan terus berharap, dan menunggu sampai kau benar-benar memilihku. ”
Mereka menyudahi makan siang itu. Tri bersiap pulang ke kampung halamannya, dan Rizalpun berangkat menuju bus yang juga akan membawanya ke kampung halaman.
Tiga jamperjalanan lagi Tri baru bisa sampai ke kampung halamannya di sebelah utara Padang. Tetapi waktu itu terasa begitu lama dan bayang-bayang Rizal begitu membuatnya terganggu.
Sementara itu Rizal, tersenyum-senyum puas di dalam bus yang ditumpanginya! Apa yang sedang ia pikirkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H