“ Hmmm…belum tahu Zal, masih menunggu persetujuan orangtuaku dulu. ” Jawab Tri dengan nada berat.
“ Kenapa harus memaksa Tri? Maaf bukannya ingin mencampuri, tapi menurutku lebih baik kamu berpikir lagi untukmelanjutkan hubungan itu. ”
Tri geram, dan benci dengan jawaban Rizal. Yang dia butuh sekarang bukan kata yang melemahkan semangatnya, tetapi penguatan untuk pilihan hatinya. Tri memilih diam, dan tak menjawab pernyataan Rizal.
“ Kalau kau putus dengan Li, aku siap menggantikan posisi Li di hatimu. ” Ucap Rizal tanpa basa basi. Tri tercekat, ia tertunduk. Bayangan Li kembali hadir menghiasi pelupuk matanya.
“Kenapa Ko..pada saat kita memperjuangkan cinta ini, harus ada lagi persoalan yang menghampiri. Seberat inikah Koko jalan kita untuk mencapai kebahagiaankita ?” Tri membathin. Rizal berusaha mengenggam tangan Tri. Cepat Tri menepisnya.
“ Maafkan aku Rizal, aku tidak bisa menerimamu, hatiku sepenuhnya sudah ku berikan untuk Li. Aku tidak bisa menerima cinta lain selain cinta Li. Maaf.” Mereka saling diam dalam waktu yang cukuplama.
“Baiklah Tri, aku mengerti dan aku lega sudah mengungkapkan semua yang selama ini kupendam. Keputusannya ada padamu. Aku akan terus berharap, dan menunggu sampai kau benar-benar memilihku. ”
Mereka menyudahi makan siang itu. Tri bersiap pulang ke kampung halamannya, dan Rizalpun berangkat menuju bus yang juga akan membawanya ke kampung halaman.
Tiga jamperjalanan lagi Tri baru bisa sampai ke kampung halamannya di sebelah utara Padang. Tetapi waktu itu terasa begitu lama dan bayang-bayang Rizal begitu membuatnya terganggu.
Sementara itu Rizal, tersenyum-senyum puas di dalam bus yang ditumpanginya! Apa yang sedang ia pikirkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H