Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Masih Ada, Dedemit Gunung Kidul!!!

21 Maret 2011   09:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dapat dipungkiri, ternyata masyarakat kita masih familiar dan dekat segala hal yang berbau klenik, setan dan sebangsanya!

[caption id="attachment_97349" align="alignleft" width="363" caption="gettyimages"][/caption]

Ternyata keseraman belum berakhir juga di bioskop kesayangan Anda yang setiap hari saya lewati ketika berangkat kerja.

Setelah Jenglot Pantai, Arwah Goyang, dan Pocong Ngesot yang cukup lama bertahan, akhirnya harus lengser juga. Tetapi penggantinya pun tak jauh beda genrenya dan masih seguru seilmu dengan arwah, jenglot, dan pocong.

Kali ini yang berkesempatan tampil adalah dedemit. Judul filmnya adalah "Dedemit Gunung Kidul". Sepertinya film ini juga menampilkan keseraman dan keseksian para pemainnya.

Untuk film-film sejenis sulitnya rasanya akan membuat kita terhibur karena justru akan membuat kita ngeri dan tegang, karena para pemainnya yang seksi.

Selama ini mungkin kita "menghakimi" para insan film yang latah membuat film-film hantu dan sejenisnya untuk memenuhi bioskop-bioskop.

Tetapi bila kita mau memahami, bahwa para insan film adalah bukan hanya pekerja seni yang tidak mementingkan materi. Namun mereka kebanyakan termasuk pelaku bisnis yang tentu saja selalu menghitung untuk rugi dalam hal ini.

Untuk itu mereka tentu saja tidak mau rugi. Apa gunanya ilmu ekonomi yang mereka miliki, bahkan harus mendapatkannya sampai ke Amerika, kalau digunakan untuk sesuatu hal yang merugikan?

Tentu saja para insan film yang mengerti ilmu ekonomi akan menciptakan suatu produk yang diminati dan laku di pasar. Bila saat ini kita menemukan berbagai jenis film-film seram di pasaran dengan para pemainnya yang montok-montok, itu berarti demikianlah permintaan pasar.

Jadi para insan film ini hanya berusaha memenuhi keinginan para penonton yang memang seleranya dengan film-film berjenis setan dan sejenisnya. Buktinya setiap kali film-film tersebut diputar mampu bertahan berminggu-minggu.

Begitulah kenyataan yang harus kita terima, karena masyarakat kita memang masih familiar dengan hal-hal berbau klenik dan masih akrab dengan tuyul, setan, dan dedemit.

Bahkan para pemainnya yang notabene cantik-cantik rela dipermak habis jadi seram menyerupai para setan atau arwah.

Dalam hati saya bertanya-tanya, ternyata manusia memang luar biasa serakahnya, sehingga peran yang seharusnya menjadi jatah para setan dan sebangsanya diembat juga demi memenuhi pundi-pundi kekayaannya.

Apa mereka tidak takut kena demo bangsa setan dan dedemit ya?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun