Tak dapat dipungkiri, ternyata masyarakat kita masih familiar dan dekat segala hal yang berbau klenik, setan dan sebangsanya!
[caption id="attachment_97349" align="alignleft" width="363" caption="gettyimages"][/caption]
Ternyata keseraman belum berakhir juga di bioskop kesayangan Anda yang setiap hari saya lewati ketika berangkat kerja.
Setelah Jenglot Pantai, Arwah Goyang, dan Pocong Ngesot yang cukup lama bertahan, akhirnya harus lengser juga. Tetapi penggantinya pun tak jauh beda genrenya dan masih seguru seilmu dengan arwah, jenglot, dan pocong.
Kali ini yang berkesempatan tampil adalah dedemit. Judul filmnya adalah "Dedemit Gunung Kidul". Sepertinya film ini juga menampilkan keseraman dan keseksian para pemainnya.
Untuk film-film sejenis sulitnya rasanya akan membuat kita terhibur karena justru akan membuat kita ngeri dan tegang, karena para pemainnya yang seksi.
Selama ini mungkin kita "menghakimi" para insan film yang latah membuat film-film hantu dan sejenisnya untuk memenuhi bioskop-bioskop.
Tetapi bila kita mau memahami, bahwa para insan film adalah bukan hanya pekerja seni yang tidak mementingkan materi. Namun mereka kebanyakan termasuk pelaku bisnis yang tentu saja selalu menghitung untuk rugi dalam hal ini.
Untuk itu mereka tentu saja tidak mau rugi. Apa gunanya ilmu ekonomi yang mereka miliki, bahkan harus mendapatkannya sampai ke Amerika, kalau digunakan untuk sesuatu hal yang merugikan?
Tentu saja para insan film yang mengerti ilmu ekonomi akan menciptakan suatu produk yang diminati dan laku di pasar. Bila saat ini kita menemukan berbagai jenis film-film seram di pasaran dengan para pemainnya yang montok-montok, itu berarti demikianlah permintaan pasar.
Jadi para insan film ini hanya berusaha memenuhi keinginan para penonton yang memang seleranya dengan film-film berjenis setan dan sejenisnya. Buktinya setiap kali film-film tersebut diputar mampu bertahan berminggu-minggu.