Hari demi hari Ibu Izah lalui dalam bayangan gelap dan menguras kesabaran. Usaha yang dibangun selalu mendapat gangguan. Kehilangan aset yang tercuri seakan menjadi cerita basi.
Menghadapi pegawai-pegawai yang malas dan mau menang sendiri sudah menjadi menu keseharian yang menguras energi.
Kemarahan yang ada kadang harus tertahan. Sebab bila ditumpahkan, akan mendapat perlawanan dan ancaman.
"Saya harus bertahan, walaupun berat rasanya. Saya percaya suatu saat pasti akan bisa keluar dari kekelaman ini!"
Begitu tekad Bu Izah dan melanjutkan perkataannya dalam nada keyakinan.
"Saya selalu percaya bahwa Tuhan akan membukakan jalan atas kezaliman yang saya terima selalu ini!"
Entah sudah berapa tumpuk kesabaran Bu Izah yang terkuras. Tetapi ia masih menyisakan kesabaran atas masa depannya. Hidup harus terus berlanjut dan tidak boleh larut dalam kesedihan.
Langkah demi langkah ditapaki walau terasa berat. Bu Izah tak putus asa dalam langkahnya.
Ada rasa sesal dan marah atas semua keadaan ini.
Tetapi rasa syukur dan ikhlas membuatnya tak menyisakan ruang untuk membenci keadaan dan menaruh dendam pada orang-orang yang berbuat zalim padanya.
Menerima semua sebagai cobaan untuk mempertebal keimanan. Cobaan yang ada adalah sebagai untuk mendewasakan diri sebagai manusia.
Hal inilah yang tak membuat Bu Izah hidup dalam keputusasaan dan mengalami stres berat.
Rasa percaya telah menguatkan hidupnya. Keyakinan membuatnya tegar dalam cobaan ini.
Rasa syukur meringankan setiap langkahnya.
Bu Izah percaya, masa kelamnya pasti akan berlalu berganti terang. Masa dukanya akan digantikan suka cita.
Karena Ibu Izah pasrah atas semua ini dalam doa-doa dan melakukan usaha terbaik yang bisa ia lakukan.
Ibu Izah, memang harus menghadapi semua ini seorang diri. Sebab sampai umur 37 ini harus hidup sendiri. Belum menemukan jodoh yang sehati. Tetapi itu tidak menjadi beban baginya.