Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Dokter Reni, Hati yang Mengabdi (Inspirasi Untuk Wanita 17)

28 Januari 2011   12:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:06 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12962259591668534522

[caption id="attachment_87798" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption]

Hidup adalah pengabdian. Berbahagialah bagi orang-orang yang mengerti akan hakekat hidup ini!

*

Aku berobat ke Dokter Reni (30), suatu hari di kliniknya disebuah ruko yang hanya berbeda satu blok tempatnya dengan tempat aku bertugas sebagai pekerja sosial atas saran seorang rekan. Orangnya cantik dan bersahaja. Dalam tatapanku, Dokter Reni lebih cantik daripada Dokter Lula Kamal yang main sinetron itu.

Penampilannya sederhana dan enak diajak berbicara. Orangnya baik dan simpatik. Senyum manis tak lepas dari wajahnya. Sebagai lelaki bagiku, tentu Dokter Reni begitu menarik hati. Sejak kenal pertama kali saja, kami sudah begitu banyak bicara dan langsung akrab. Bagaikan teman lama yang baru bersua.

Kulihat ruang kerjanya banyak tertempel kata-kata motivasi dan juga kutipan-kutipan ayat suci. Tentu saja menarik perhatian, karena aku juga suka melakukan hal yang sama.

"Saya suka sekali, karena bisa dijadikan untuk memotivasi diri dan bahan introspeksi!" Kata Dokter Reni, ketika aku memperhatikan ruang kerjanya.

Pertemuan pertama saja sudah begitu mengesankan, selanjutnya? Aku jadi rindu akan pertemuan berikutnya. Tentu aku tak berani menaksirnya, karena aku tahu diri saja. Lagipula Dokter Reni sudah punya suami dan seorang putri. Aku tahu karena foto keluarga miliknya terletak disudut meja kerjanya.

Kami sempat bicara banyak karena memang aku adalah pasien yang terakhir. Saking asyiknya bicara, sampai lupa berkonsultasi tentang penyakit yang aku alami. Karena melihat kecantikan Dokter Reni dan bicaranya yang menyejukkan, aku sampai lupa kalau sedang berobat padanya. Lupa bahwa aku sedang sakit

Merasa tak enak telah menyita waktunya. Aku bermaksud pamit, karena waktu telah cukup larut. Dokter Reni membuka resep yang harus kutebus di apotek terdekat.

"Berapa dok, biayanya?" Kutanyakan biaya berobatnya sambil mengeluarkan dompet.

"Ah, tak usah. Untuk Anda gratis saja! Saya respek dengan orang yang hidupnya mengabdikan diri pada kemanusiaan."Kata Dokter Reni sambil tersenyum ramah.

Walaupun tak enak hati, sebenarnya aku bersyukur juga karena memang uang di dompet tak seberapa lagi.

"Oh ya, untuk resepnya juga, nanti tak usah bayar ya. Sudah ada tanda tangan saya." Dokter Reni berpesan.

Benar saja, dikertas resep yang belum sempat kubaca, tertulis kata "Gratis". Tentu saja aku semakin tak enak hati dan heran. Ada apa ini? Mengapa Dokter Reni begitu baik padaku? GR juga diam-diam jadinya.

"Kalau nanti masih ada gangguan, boleh konsultasikan lagi ya?!" Suara lembut Dokter Reni mengejutkan diriku yang terhanyut dalam pikiran tentang dirinya. Baru kemudian aku tahu dari rekan tempatku bertugas tentang kiprah Dokter Reni di kota dimana saat ini aku bertugas. Sehari-harinya Dokter Reni bertugas di Rumah Sakit Umum sebagai dokter umum. Sore harinya membuka praktek yang lebih bertujuan untuk melayani.

Ketika suatu hari aku berkunjung lagi untuk konsultasi atas gangguan penyakit yang kembali aku alami. Kembali kami berdiskusi tentang dunia pengabdian dalam hidup ini.

"Sebenarnya saya jadi dokter memang sudah cita-cita sejak kecil. Sering melihat tetangga yang sakit tapi kesulitan berobat karena tidak punya duit. Waktu itu jadi bertekad, kalau jadi dokter pasti saya bisa mengobati mereka!" Cerita Dokter Reni tentang tujuannya menjadi dokter.

Lalu ia melanjutkan,"Jadi, bagi saya menjadi dokter lebih karena panggilan hati saja. Bagaimana menjadikan hidup ini bisa berarti bagi orang lain sesuai kemampuan yang kita miliki. Saya senang melihat Anda juga mau mengabdikan diri sebagai pekerja sosial. Saya yakin, pasti karena panggilan hati."

"Sepertinya pandangan hidup kita sama ya, dok?! Menurut saya hidup ini memang harus berarti. Salah satu caranya adalah mengabdikan diri bagi masyarakat sesuai kelebihan yang kita miliki!" Aku menyambung atas apa yang dikatakan Dokter Reni.

Bagi Dokter Reni, profesinya sebagai dokter memang dijadikan sebagai kesempatan untuk mengabdikan diri bagi kehidupan. Bukan untuk mencari materi semata. Tak heran, bagi yang kurang mampu, tak jarang Dokter Reni membebaskan biaya bagi mereka.

Bahkan tak jarang harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk meringankan beban pasien yang tidak mampu berobat. Beruntung suaminya juga sangat mendukung apa yang dilakukan Dokter Reni.

Dokter Reni, ternyata bukan hanya wajahnya saja yang cantik dan elok dipandang. Tetapi hatinya juga sungguh baik dan mulia. Satu prinsip hidupnya yang sungguh indah yaitu bahwa hidup adalah pengabdian. Benar-benar bisa dijadikan teladan.

"Alangkah indahnya dunia ini bila orang-orang seperti Dokter Reni ada disetiap sudut kehidupan!" Tak sungkan-sungkan aku memujinya.

"Alangkah damainya dunia ini, bila disetiap tempat di dunia ini ada orang seperti Anda!" Dokter Reni tak mau kalah untuk memujiku.

Akhirnya kami tertawa bersama dengan bahagianya.

Walaupun dalam waktu yang singkat bertemu dan mengenal Dokter Reni, begitu kuat kesannya bagiku. Aku percaya, masih banyak dokter seperti Dokter Reni yang bersedia mengabdikan profesinya demi kebaikan orang lain.

Dokter Reni, teruslah berjuang dalam pengabdian. Tuhan pasti memberkati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun