"Ah, tak usah. Untuk Anda gratis saja! Saya respek dengan orang yang hidupnya mengabdikan diri pada kemanusiaan."Kata Dokter Reni sambil tersenyum ramah.
Walaupun tak enak hati, sebenarnya aku bersyukur juga karena memang uang di dompet tak seberapa lagi.
"Oh ya, untuk resepnya juga, nanti tak usah bayar ya. Sudah ada tanda tangan saya." Dokter Reni berpesan.
Benar saja, dikertas resep yang belum sempat kubaca, tertulis kata "Gratis". Tentu saja aku semakin tak enak hati dan heran. Ada apa ini? Mengapa Dokter Reni begitu baik padaku? GR juga diam-diam jadinya.
"Kalau nanti masih ada gangguan, boleh konsultasikan lagi ya?!" Suara lembut Dokter Reni mengejutkan diriku yang terhanyut dalam pikiran tentang dirinya. Baru kemudian aku tahu dari rekan tempatku bertugas tentang kiprah Dokter Reni di kota dimana saat ini aku bertugas. Sehari-harinya Dokter Reni bertugas di Rumah Sakit Umum sebagai dokter umum. Sore harinya membuka praktek yang lebih bertujuan untuk melayani.
Ketika suatu hari aku berkunjung lagi untuk konsultasi atas gangguan penyakit yang kembali aku alami. Kembali kami berdiskusi tentang dunia pengabdian dalam hidup ini.
"Sebenarnya saya jadi dokter memang sudah cita-cita sejak kecil. Sering melihat tetangga yang sakit tapi kesulitan berobat karena tidak punya duit. Waktu itu jadi bertekad, kalau jadi dokter pasti saya bisa mengobati mereka!" Cerita Dokter Reni tentang tujuannya menjadi dokter.
Lalu ia melanjutkan,"Jadi, bagi saya menjadi dokter lebih karena panggilan hati saja. Bagaimana menjadikan hidup ini bisa berarti bagi orang lain sesuai kemampuan yang kita miliki. Saya senang melihat Anda juga mau mengabdikan diri sebagai pekerja sosial. Saya yakin, pasti karena panggilan hati."
"Sepertinya pandangan hidup kita sama ya, dok?! Menurut saya hidup ini memang harus berarti. Salah satu caranya adalah mengabdikan diri bagi masyarakat sesuai kelebihan yang kita miliki!" Aku menyambung atas apa yang dikatakan Dokter Reni.
Bagi Dokter Reni, profesinya sebagai dokter memang dijadikan sebagai kesempatan untuk mengabdikan diri bagi kehidupan. Bukan untuk mencari materi semata. Tak heran, bagi yang kurang mampu, tak jarang Dokter Reni membebaskan biaya bagi mereka.
Bahkan tak jarang harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk meringankan beban pasien yang tidak mampu berobat. Beruntung suaminya juga sangat mendukung apa yang dilakukan Dokter Reni.