Kebenaran hidup saat ini adalah bahwa semua orang normal memang membutuhkan uang dalam hidupnya. Seakan tak bisa hidup tanpa uang.Â
Itulah sebabnya dengan berbagai cara kita berusaha untuk mendapatkannya. Tidak peduli dengan cara yang benar atau menyalahi ajaran agama sekali pun. Selalu ada pembenaran untuk itu.
Kita sampai-sampai lupa bahwa dalam hidup ini  tidak semua hal bisa menukarnya  dengan uang. Dalam  sebuah ketulusan, uang adalah tiada nilainya. Bahwa uang bisa membeli segalanya adalah pandangan yang salah. Uang tidak bisa membeli sebuah keikhlasan.
Tanpa kita sadari dalam kekinian hidup kita mencoba menilai segalanya dengan uang. Ketika hendak menolong, ada muncul persepsi pertolongan tersebut akan berganti dengan sejumlah uang. Tak heran uang telang memperbudak hidup kita.
Satu Keikhlasan yang  Lebih Berharga daripada Ribuan Kata Kebenaran di Atas Mimbar
Ratusan khotbah tak pernah bisa mencerahkan Pak Tjipta, tetapi seorang Ibu sederhana mampu menggetarkan dan mendatangkan pencerahan.bagi beliau akan kebenaran hidup untuk saling berbagi tanpa membedakan suku agama dan golongan.
Dua potong ubi rebus lebih bernilai dari ribuan kata-kata kebenaran di atas mimbar yang pernah singgah di hati Pak Tjipta. Sebab ribuan kata kebenaran itu tak pernah menggetarkan jiwa dan hanya singgah sebentar.
Namun dengan dua potong ubi rebus dari Bu Halimah masih dapat bertahan dalam hati selama 40 tahun lebih. Dua potong ubi rebus telah menembus relung hati seorang anak manusia melebihi nilai dua potong berlian berkilauan.
Sebab di dalam dua potong ubi rebus ada keikhlasan yang tak ternilai. Sekarang semakin menjadi bernilai karena tidak semua dari kita masih memilikinya. Entah terjual atau masih tersimpan di pegadaian. Milik saya malah sudah lupa menyimpannya di mana.
Hati yang Sederhana yang Menggetarkan
Membaca kisah ini dan membayangkan sosok Bu Halimah, membuat jiwa saya bergetar. Ketulusannya tak sanggup untuk menahan air mata ini mengalir. Menginspirasi untuk bisa lebih berbagi dalam segala kekurangan.