Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gubernur Ganjar Dukung SIPD

20 April 2021   16:38 Diperbarui: 20 April 2021   16:59 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


ADA satu kesamaan persepsi saat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Moch. Ardian Noervianto menyambangi Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, Senin (12/4/2021) siang di Kantornya.

Ya, persamaan itu ialah hendak memperbaiki sistem tata kelola keuangan daerah yang masih menjadi ruang gelap di lingkungan Pemerintahan Daerah, sehingga potensi penyelewengan yang selama ini masih terbuka lebar bisa ditutup rapat dengan menerangi ruang gelap tersebut.

Kata Bang Napi dalam program Sergap di salah satu TV swasta: "Ingat. Kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya. Tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!"

Teori willingness and opportunity to corrupt dianggap paling pas menggambarkan praktik korupsi di daerah. Ruang gelap selama ini  membuat kesempatan atau peluang untuk korupsi cukup besar. Ditambah lagi sistem yang lemah dan pengawasan kurang serta adanya niat yang didorong karena kebutuhan atau keserakahan.

Berangkat dari kegelisahan itulah, Dirjen Keuda Kemendagri melakukan safari keliling daerah untuk menyamakan persepsi dan political will atau kemauan politik dari Kepala Daerah beserta jajarannya menutup rapat celah korupsi dimulai dari memperbaiki sistemnya.

Banyaknya mal administrasi atau kesalahan dalam penyusunan perencanaan laporan keuangan daerah maupun perencanaan pembangunan di daerah, membuat percepatan digitalisasi keuangan daerah mendesak untuk dilakukan.

Ardian mengaku dirinya kerap menjadi saksi ahli dalam Persidangan Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan Pemda. Rata-rata para Kepala Daerah atau Pejabat Daerah terjerat kasus korupsi karena kesalahan administrasi.

Karena Hakim melihat ada mens area (sikap batin) atau niat jahat. Awalnya SIPD hanya perekaman, sekarang menjadi bisnis proses.

Karena itu, belajar dari pengalamannya menjadi Saksi Ahli untuk kasus korupsi yang melibatkan Pejabat di daerah, Ardian melihat sesuatu berangkat dari masalah. Hal itulah yang menginisiasinya membangun bisnis proses Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).

Lalu kenapa harus ada SIPD? Pemda, ASN, DPRD yang bermasalah karena kasus korupsi, kecenderungannya pada wilayah administratif atau hulunya.

Ia mencontohkan kasus yang menimpa Kadishub DKI Jakarta beberapa tahun lalu terkait pengadaan bus Trans Jakarta. Sebagai aktor keuangan, Kadishub DKI saat itu statusnya adalah pengguna anggaran. Ketentuan Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengguna Anggaran (PA) boleh menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Pada saat PA menunjuk KPA, maka salah satu contoh kewenangan itu adalah tanda tangan Surat Perintah Membayar (SPM). Kadishub DKI saat itu sudah menunjuk KPA, tapi masih tanda tangan SPM.

Dalam perjalanannya, Ardian banyak melihat sebenarnya entah itu ASN, DPRD atau kepala daerah selalu dari wilayah administratif, karena mens reanya atau niatnya di sana.

Padahal kata Ardian, sudah ada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Tapi rupanya, jelas Ardian, pelaksanaan teknis belum dipahami oleh daerah atau 'aktornya'.

Karena itu, perlu adanya kanal yang mengamankan secara administratif, siapapun yang ber-APBD aman dan tidak bisa dipolitisasi.

Ardian menganalogikan APBD segelas air, lalu dituangkan dalam suatu bidang datar, menyebar dia. Di situlah perlu ada kanal yang mengamankan secara administratif, siapapun yang ber-APBD dia aman dan tidak melanggar administrasi.

Makanya di UU Nomor 23 tahun 2014 di salah satu pasal ada kalimat bahwa Sistem Informasi Keuangan Pembangunan harus tertuang dalam suatu Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. Ada kalimat suatu ini yang kadang tidak dipahami secara kontekstual. Sebenarnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suatu itu artinya satu.

Tujuannya agar sistem informasi pembangunan daerah, keuangan daerah dan pemerintahan daerah lainnya terintegrasi.

Di akhir tahun, masih kata Ardian, kita sering mendengar realisasi belanja di satu daerah tinggi, kemudian mendapat penghargaan.

Padahal, ternyata dalam realisasi belanjanya banyak yang sifatnya lebih konsumtif daripada belanja infrastruktur.

"Harapan kami dengan SIPD setiap 2 Januari sudah mulai bisa belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, Desember tutup kegiatan. Kemudian hasilnya jalan terbangun, sekolah terbangun dan lain-lain," harap Ardian.

Dia memaparkan, dengan adanya SIPD, pemerintah pusat berharap agar semua kegiatan pemerintah daerah dapat dimonitor.

Apabila ada kesalahan, maka sistem akan otomatis mengingatkan. SIPD juga menempatkan ASN selaku user untuk paham digitalisasi, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan.

"Perlu adanya sistem terintegrasi yang memadukan seluruh sistem agar semuanya seragam, dengan sistem di daerah agar performanya sama. Itu tujuannya. Tugas saya salah satunya mengevaluasi APBD," jelas Ardian.

SIPD dibangun kata Ardian, memberikan pelayanan yang mudah, yakni memberikan kemudahan dalam melakukan proses penganggaran, penatausahaan, akuntansi, serta Pelaporan.

Waktu yang dibutuhkan untuk dapat mengakses data yang relatif cepat dan memangkas proses penyediaan data statistik dalam pengambilan kebijakan.

Selain itu, SIPD Akurat. Seluruh data tercatat secara lengkap dan terkini serta diinformasikan kepada perangkat daerah secara transparan.

"Dan yang tidak kalah penting, seluruh biaya penyediaan data, pengembangan aplikasi, pelatihan, dan operasional seperti server dan tempat penyimpanan data dibebankan kepada Pusdatin," sebutnya.

Ardian menyampaikan maksud kedatangannya menemui Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk belajar bagaimana Jateng mengembangkan sistem yang berbasis digital yang sudah berjalan baik.

Karena itu, sesuai mandat Undang-Undang Pasal 391 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi Pemerintahan Daerah yang terdiri atas Informasi pembangunan daerah dan Informasi keuangan daerah. Informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dalam suatu sistem informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).

Bahwa SIPD bagian yang harus dikembangkan. Pertama, memang arahan Presiden untuk transformasi digital, terlebih di saat Pandemi ini, bagaimana diupayakan percepatan seluruh sektor pelayanan publik. Selain itu, sesuai juga dengan Keppres No. 3 Tahun 2021 tentang Tim Percepatan Digitalisasi Daerah.

"Bapak Presiden juga sering menyampaikan kepada kita, bahwa ASN itu jangan hanya sending-sending. Tapi juga delivered," papar Ardian.

Lebih lanjut dijelaskan Ardian, persoalan APBD itu selama ini masih belum bisa menjawab output maupun outcame. Sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah yang salah satu tugasnya mengawasi dan mengevaluasi APBD 542 Daerah Otonom di seluruh Indonesia, Ardian mengaku kesulitan membaca apa tujuan dasar APBD dari sejumlah laporan yang dikirim ke Kemendagri dalam bentuk hardcopy (fisik) berbundel-bundel dengan ketebalan yang luar biasa, sehingga malas orang membukanya.

Gayung bersambut. Pada safari kunjungan sosialisasi SIPD tersebut, Gubernur Jateng  didampingi oleh Kepala BPKAD Provinsi Jateng dan Tim Teknis Sistem GRMS (Government Resources Management System).

Secara prinsip, Gubernur Jateng sangat mendukung implementasi SIPD, dan berharap Jateng bisa dijadikan pilot project dalam implementasi integrasi sistem antara SIPD dan GRMS.

Selain itu Gubernur Jateng juga berharap bisa dilibatkan kab/kota di Jateng dalam upaya integrasinya, karena saat ini sistem GRMS pun hanya digunakan oleh pemprov dan tidak digunakan oleh kabupaten/kota di Jateng. Gubernur Jateng sangat memahami pentingnya data, apalagi data yang menyangkut arah kebijakan seperti halnya APBD.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen Bina Keuangan Daerah melakukan ekpose terhadap pelaksanaan SIPD, mulai dari latar belakang munculnya SIPD, dasar hukum, proses pelaksanaan dan kendala dalam pengelolaan SIPD,  lebih khusus lagi kendala yang dihadapi oleh Kabupaten/Kota di Jateng dalam pembayaran gaji yang memiliki tiga variasi utama.

Tiga variasi penggajian tersebut diantaranya: Pembayaran langsung ke Rekening ASN (ini yang paling tepat sesuai PMDN 77 Tahun 2020 ttg Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah yang mulai berlaku per 1 Januari 2021 atas amanat PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah).

Kemudian, Pembayaran melalui Bendahara Pengeluaran di SKPD. Yang ketiga, Pembayaran melalui Bendahara Gaji di BPKAD (bendahara umum daerah).

Atas dasar penyesuaian pembayaran gaji tersebut, Dirjen Bina Keuangan Daerah menjelaskan, pada awal Tahun Anggaran 2021 ada beberapa pemerintah daerah yang terlambat menyalurkan gajinya.

Hal itu disebabkan karena Pemda harus merinci nama penerima ASN-nya dan tidak bisa lagi dilakukan secara gelondongan.

Selain bisa jadi karena adanya keterlambatan dalam penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) yanv diakibatkan karena belum lengkapnya persyaratan administrasi pemda kepada Kemenkeu.

Terhadap integrasi sistem, pihak Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri sangat menyambut positif karena akan mengurangi beban server kemendagri. Namun Dirjen Bina Keuangan Daerah berharap ada penyesuaian dalam bisnis proses dalam ber-APBD sesuai aturan yang ada dan kesamaan kode referensi program/kegiatan dan mata anggaran, agar coding bisa dibaca oleh masing-masing sistem melalui Application Programming Interface (API).

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jateng menyarankan agar Kemendagri mengadakan audit sistem aplikasi yang digunakan oleh masing-masing pemda, agar bisnis proses dan codingnya bisa sama dan ini perlu dilakukan penekanan kepada daerah. Tim GRMS pun siap memberikan saran dan pendapat dalam rangka penyempurnaan SIPD.

Pada kesempatan tersebut kami juga turut menyampaikan, agar kedepan tetap terbangun komunikasi yang baik antara pemda-pemda se-Jateng dan Kemendagri. Hal-hal yang menjadi sumbatan dlm melakukan pengelolaan APBD agar dapat disampaikan langsung kpd Ditjen Bina Keuangan Daerah melalui dialog, diskusi atau audiensi.

Menurut rencana, selanjutnya Dirjen Bina Keuangan Daerah bersama Tim Teknis SIPD akan beraudiensi dengan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Abdullah Azwar Anas, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Anies Baswedan dan Pimpinan Komisi 2 mengenai implementasi SIPD.

Semoga dengan ikhtiar ini, SIPD bisa segera diimplementasikan sebagai sebuah sistem yang hendak mengintegrasikan data Pemerintahan Daerah seluruh Indonesia sehingga upaya untuk mempercepat transformasi digital di daerah bisa segera terwujud.

Hal itu sesuai Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017, perlu dilakukan percepatan implementasi transaksi non tunai pada pemerintah daerah.

Dengan SIPD, seluruh penggunaan anggaran di daerah akan diarahkan pada transaksi non tunai yang dianggap lebih praktis. Pemindahan dana dengan cara ini juga memungkinkan pencatatan serta pengawasan yang lebih mudah.

Diharapkan, penerapan sistem cashless, akan menyulitkan transaksi-tansaksi illegal seperti penyuapan dan transaksi barang terlarang karena setiap transaksi akan mudah terlacak. Selain itu, membawa alat pembayaran dalam bentuk kartu tentu lebih aman dan nyaman dari pada membawa uang tunai dalam jumlah yang relative banyak saat beraktivitas sehari-hari.

Transaksi ektronik tidak hanya soal kepraktisan. Kecepatan proses transaksi non tunai sangat berpengaruh pada perekonomian.

Pengelolaan keuangan yang dilakukan pemerintah pusat, daerah, maupun dunia usaha pun dapat berlangsung transparan dan akuntabel.

Oleh karena itu, transaksi non tunai cocok diterapkan untuk Pemerintah Daerah yang ingin memiliki pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan warga yang bertransaksi dengan cara lebih cerdas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun