Dalam perjalanannya, Ardian banyak melihat sebenarnya entah itu ASN, DPRD atau kepala daerah selalu dari wilayah administratif, karena mens reanya atau niatnya di sana.
Padahal kata Ardian, sudah ada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tapi rupanya, jelas Ardian, pelaksanaan teknis belum dipahami oleh daerah atau 'aktornya'.
Karena itu, perlu adanya kanal yang mengamankan secara administratif, siapapun yang ber-APBD aman dan tidak bisa dipolitisasi.
Ardian menganalogikan APBD segelas air, lalu dituangkan dalam suatu bidang datar, menyebar dia. Di situlah perlu ada kanal yang mengamankan secara administratif, siapapun yang ber-APBD dia aman dan tidak melanggar administrasi.
Makanya di UU Nomor 23 tahun 2014 di salah satu pasal ada kalimat bahwa Sistem Informasi Keuangan Pembangunan harus tertuang dalam suatu Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. Ada kalimat suatu ini yang kadang tidak dipahami secara kontekstual. Sebenarnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suatu itu artinya satu.
Tujuannya agar sistem informasi pembangunan daerah, keuangan daerah dan pemerintahan daerah lainnya terintegrasi.
Di akhir tahun, masih kata Ardian, kita sering mendengar realisasi belanja di satu daerah tinggi, kemudian mendapat penghargaan.
Padahal, ternyata dalam realisasi belanjanya banyak yang sifatnya lebih konsumtif daripada belanja infrastruktur.
"Harapan kami dengan SIPD setiap 2 Januari sudah mulai bisa belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, Desember tutup kegiatan. Kemudian hasilnya jalan terbangun, sekolah terbangun dan lain-lain," harap Ardian.
Dia memaparkan, dengan adanya SIPD, pemerintah pusat berharap agar semua kegiatan pemerintah daerah dapat dimonitor.