Apabila ada kesalahan, maka sistem akan otomatis mengingatkan. SIPD juga menempatkan ASN selaku user untuk paham digitalisasi, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan.
"Perlu adanya sistem terintegrasi yang memadukan seluruh sistem agar semuanya seragam, dengan sistem di daerah agar performanya sama. Itu tujuannya. Tugas saya salah satunya mengevaluasi APBD," jelas Ardian.
SIPD dibangun kata Ardian, memberikan pelayanan yang mudah, yakni memberikan kemudahan dalam melakukan proses penganggaran, penatausahaan, akuntansi, serta Pelaporan.
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat mengakses data yang relatif cepat dan memangkas proses penyediaan data statistik dalam pengambilan kebijakan.
Selain itu, SIPD Akurat. Seluruh data tercatat secara lengkap dan terkini serta diinformasikan kepada perangkat daerah secara transparan.
"Dan yang tidak kalah penting, seluruh biaya penyediaan data, pengembangan aplikasi, pelatihan, dan operasional seperti server dan tempat penyimpanan data dibebankan kepada Pusdatin," sebutnya.
Ardian menyampaikan maksud kedatangannya menemui Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk belajar bagaimana Jateng mengembangkan sistem yang berbasis digital yang sudah berjalan baik.
Karena itu, sesuai mandat Undang-Undang Pasal 391 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi Pemerintahan Daerah yang terdiri atas Informasi pembangunan daerah dan Informasi keuangan daerah. Informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dalam suatu sistem informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Bahwa SIPD bagian yang harus dikembangkan. Pertama, memang arahan Presiden untuk transformasi digital, terlebih di saat Pandemi ini, bagaimana diupayakan percepatan seluruh sektor pelayanan publik. Selain itu, sesuai juga dengan Keppres No. 3 Tahun 2021 tentang Tim Percepatan Digitalisasi Daerah.
"Bapak Presiden juga sering menyampaikan kepada kita, bahwa ASN itu jangan hanya sending-sending. Tapi juga delivered," papar Ardian.
Lebih lanjut dijelaskan Ardian, persoalan APBD itu selama ini masih belum bisa menjawab output maupun outcame. Sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah yang salah satu tugasnya mengawasi dan mengevaluasi APBD 542 Daerah Otonom di seluruh Indonesia, Ardian mengaku kesulitan membaca apa tujuan dasar APBD dari sejumlah laporan yang dikirim ke Kemendagri dalam bentuk hardcopy (fisik) berbundel-bundel dengan ketebalan yang luar biasa, sehingga malas orang membukanya.