Meskipun di tengah Pandemi yang mewabah Indonesia saat ini Pilkada harus tetap dilaksanakan.Â
Terdapat beberapa alasan subtansial mengapa Pilkada harus tetap dilaksanakan. Pertama, Pilkada yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020 telah diundur menjadi tanggal 9 Desember 2020.
Pengunduran ini tentu memiliki konsekuensi baik secara taktis strategis politik maupun bentuk pertanggungjawaban kepada negara, karena masa jabatan yang telah diberikan secara konstitusional akan segera selesai.Â
Misalnya di jawa Timur setidaknya 19 daerah akan melaksanakan Pilkada serentak dan 17 diantaranya masa jabatanya akan berakhir pada 17 Februari 2021 serta dua diantaranya akan berakhir 4 April 2021.
Dengan kompleksitasnya mekanisme pemungutan suara sampai dengan penetapan calon terpilih tentu akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.Â
Terlebih jika terdapat sengketa hasil Pilkada yang harus dibawa ke lembaga yudisial, tentu akan menambah rentetan proses pelaksanaan Pilkada. Sehingga mau tidak mau Pilkada harus tetap dilaksanakan.
Selain itu, guna menunda pelaksanaan Pilkada di tahun 2020 terdapat beberapa solusi bias yang beredar di masyarakat. Salah satunya ialah menggunakan sistem Pelaksana Tugas (PLT).Â
Perlu diketahui Pejabat PLT merupakan pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Sehingga mekanisme PLT tidak tepat digunakan alasan sebagai salah satu solusi penundaan pelaksanaan Pilkada.
Hal ini dapat kita lihat dari kewenangan pejabat PLT sebagaimana diatur dalam Surat Edaran BKN No. 2/SE/VII/2019 Tahun 2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.Â
Dalam surat tersebut dikatakan bahwa Pejabat PLT tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Kewenangan-kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sangat strategis dalam pengambilan kebijakan-kebijakan daerah.Â