Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Optimistis Pilkada Aman Covid-19 Jika Semua Patuh Prokes

2 Oktober 2020   22:55 Diperbarui: 3 Oktober 2020   08:19 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Iqbal/katapublik.com

Di Amerika Serikat, mbahnya negara demokrasi, Pilpres tetap berlangsung. Saat ini sudah memasuki tahap kampanye dan debat Capres. Tampak kedua Capres, Trump dan Joe Biden tidak memakai masker. Bahkan audiensnya juga banyak yang tidak bermasker. Bisa jadi sebelum masuk sudah diswab dan negatif semua.

Namun ternyata tak lama setelah debat, keesokan harinya, Trump dan istrinya positif suspect Covid-19.

Meski menjadi negara dengan korban suspect Covid-19 tertinggi, negeri Paman Sam tetap menggelar Pilpres.

AS menjadi contoh, meski angka penularan Covid-19 terus naik menukik tajam, namun Pilpres tetap berlangsung. 

Hal tersebut bisa menjadi jawaban bagi para pembising yang terus mendesak Pilkada ditunda karena jika mencontoh Korsel dan Singapura yang juga menggelar Pemilu, namun bedanya dengan Indonesia, mereka dalam kondisi melandai angka penyebarannya.

Ya, setiap negara tentu saja memiliki perbedaan. AS dan Indonesia sama-sama negara dengan luas wilayah yang sangat besar dan juga jumlah penduduknya ratusan juta. Berbeda dengan Singapura yang luasnya hampir sama dengan DKI Jakarta dan Korsel yang jumlah penduduknya tidak sampai seperempat penduduk Indonesia.

Bukannya mencari perbandingan dan pembenaran. Namun yakin dan optimislah Indonesia Insya Allah bisa tetap melanjutkan Pilkada, asal semua yang terlibat dalam proses Pilkada mulai dari Penyelenggara, Pengawas, Peserta Pilkada yang terdiri dari Paslon yang didukung Parpol dan gabungan Parpol (koalisi), tim pendukung serta masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih DISIPLIN menjalani protokol kesehatan (Prokes) yang diatur dalam sejumlah aturan seperti yang paling update dalam PKPU No.13 Tahun 2020.

Kalaupun sanksi dan larangan dalam PKPU 13/2020 dianggap masih lembek karena mentok di UU Pemilunya yang disusun saat normal atau sebelum Pandemi,.

Bahkan Perppu Pilkada yang akhirnya disahkan menjadi UU No 6 Tahun 2020 tentang Pilkada di masa Pandemi juga tidak secara eksplisit atau tegas mengatur hukuman bagi para pelanggar protokol kesehatan, maka aturan UU Karantina Kesehatan, KUHP yang mana ada Pasal mengatur soal ketertiban umun juga bisa berlaku untuk menegakkan hukuman para pelanggar protokol.

Jika Wakil Ketua DPRD Kota Tegal saja bisa ditetapkan tersangka karena melanggar UU Karantina Kesehatan (syukuran khitanan anaknya) dengan konser dangdut dan mengundang kerumunan massa hingga ribuan orang, secara otomatis para pelanggar protokol kesehatan Pilkada juga bisa terjerat UU Karantina Kesehatan dan berlaku juga bagi mereka yang dengan sengaja membuat gaduh atau kerumunan massa yaitu beberapa Pasal di KUHP.

Di Pilkada ada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKKUMDU) yang di dalamnya ada Bawaslu, Kejaksaan Agung RI dan Polri, walaupun selama ini kurang optimal memberikan efek jera atau menindak pelanggaran Pilkada.

Bawaslu bisa melibatkan Kepolisian untuk menerapkan hukuman pidana seperti tercantum pada Pasal 212 KUHP, Pasal 218 KUHP, hingga UU Karantina Pasal 93.

Mengutip KUHP, Pasal 212 KUHP berbunyi: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah.

Atau, orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Sementara untuk Pasal 218 KUHP menyebutkan: Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Pelanggaran Pilkada, khususnya pelanggaran protokol yang sampai menimbulkan kerumunan massa, juga bisa ditindak mininal dibubarkan sesuai Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).

Nah buat teman-teman Timses, tolong ingatkan Paslonnya ya biar tetap menjadi teladan dalam kedisiplinan menjalani protokol. Dan juga buat Paslon semoga bisa lebih banyak kampanye secara virtual untuk mencegah penularan Covid-19.

Jangan sampai karena ingin menang, para Cakada sampai mengorbankan kesehatan bahkan keselamatan nyawa masyarakat.

Dan semoga masyarakat bisa jeli melihat para calon Pemimpinnya di daerah, apakah mereka memang layak dipilih atau tidak.

Sederhana saja melihatnya. Kampanye Pilkada di tengah pandemi adalah pembuktian bagi mereka apakah bisa mengatur timses pendukungnya yang ratusan atau ribuan orang untuk disiplin dengan protokol kesehatan atau tidak?

Bagaimana mau memimpin atau mengatur rakyat di satu daerah yang puluhan, ratusan ribu bahkan jutaan orang kalau mengatur puluhan, ratusan atau ribuan orang saja tidak bisa.

Tunda Pilkada Bukan Solusi

Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan dunia di berbagai sektor, dari ekonomi, sosial, budaya, politik, dll.

Termasuk pada perhelatan akbar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang semula akan digelar pada 23 September 2020 diundur hingga 9 Desember 2020.

Taat terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19 merupakan salah satu upaya menekan laju persebarannya. Maka dari itu setiap elemen masyarakat perlu diedukasi dan saling mengingatkan.

Sehingga apabila hal itu telah terpenuhi, maka perhelatan pilkada 2020 akan berjalan dengan tertib dengan harapan tak ada yang kluster penyebaran.

Sebetulnya upaya pencegahan harus dimulai dari diri sendiri. Seperti, mengenakan masker saat hendak pergi ke TPS, selalu siap sedia hand-sanitizer, rajin cuci tangan. Kita juga dapat menegur halus pada teman kita yang tak memakai masker, jika mampu lebih baik berikan masker sekalian.

Apabila dari pribadi kita sudah menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Lalu pastinya tidak lupa juga bagi pihak penyelenggara atau KPU serta Bawaslu sebagai pengawal Pilkada perlu membuat tahapan pemilihan kepala daerah sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Mengingat bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan kluster baru dalam persebaran virus mematikan ini. Kita sebagai warga negara yang baik juga tak menginginkan kenaikan angka Covid-19 di Indonesia.

Seluruh stakeholders terkait Pilkada harus menaruh perhatian tinggi pada tahapan yang berpotensi mengundang kerumunan seperti pada saat kampanye, pertemuan para pemangku kepentingan, proses pemutakhiran data pemilih, pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi dan penetapan hasil.

Kampanye virtual harus menjadi strategi utama para Paslon. Langkah ini dirasa tepat dan efektif di tengah suasana pandemi seperti ini, karena para Paslon tetap dapat berkampanye tanpa harus mendatangkan kerumunan massa.

Terlebih lagi pada era yang serba digital pada saat ini, mereka yang menginginkan simpati dan partisipasi para milenial sebagai pemilih pemula, maka perlu juga untuk mengajak perhatian mereka secara era milenial pula. Tanpa harus mengurangi substansi dan pesan kampanye itu sendiri, dan juga dapat merangkul semua golongan.

Nah, jika Pilkada bisa dijalani dengan cara baru, norma baru dan tentu saja aturan main serta penegakan hukum yang tegas dari wasit Pilkada dan aparat keamanan tentu saja desakan menunda Pilkada bukanlah solusi bagi kemajuan demokrasi. 

Menjadi harapan kita semua agar daerah bisa mendapatkan pemimpin yang lebih berkualitas dan memiliki program visioner dalam menangani penyebaran Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.

Jika Pilkada bisa menjadi momentum emas untuk mengedukasi masyarakat lebih luas akan pentingnya menjalani protokol kesehatan, alangkah luar biasanya sekitar 106 juta pemilih dari 270 daerah bisa secara serentak menjadi agen perlawanan terhadap Covid-19.

Masyarakat akan dijejali konten-konten kampanye yang berseliweran di media sosial, media konvensional yang berisi gagasan, program Paslon tentang penanganan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Sehingga dengan demikian, masyarakat teredukasi dan menjadi lebih melek, tumbuh kesadarannya untuk disiplin menjalani protokol kesehatan.

Karena sejatinya perilaku dan kebiasaan manusia itu bisa dirubah. Di era disrupsi yang penuh ketidakpastian karena pandemi Covid-19, kita harus terbiasa dan beradaptasi dengan banyak kebiasaan baru seperti 3 M: memakai masker, menjaga jarak (physical distancing) dan mencuci tangan dengan sabun dan bersih mengalir setiap setelah memegang sesuatu.

Disiplin untuk selalu memakai masker ketika keluar rumah, rajin menggantinya setiap beberapa jam memang sangat mudah diucapkan dan sulit dilakukan secara konsisten. Terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Kesadaran untuk disiplin memakai masker saja sangat sulit.

Sebagai penutup, sekali lagi Penulis berpendapat, menunda Pilkada bukan solusi. Melanjutkan Pilkada dengan penerapan protokol yang ketat dan penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar protokol adalah pilihan rasional.

Semoga bangsa kita selalu dilindungi, sehingga bisa kembali melewati ujian zaman yang selama ini kita sebagai bangsa besar dengan sejarah yang luar biasa terbukti mampu menghadapi berbagai tantangan peradaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun