Demikian juga di sektor politik, Pilkada serentak yang seharusnya digelar pada 23 September terpaksa diundur ke bulan Desember 2020 mendatang, untuk menghindari eskalasi peningkatan wabah Pandemi Covid-19.Â
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu telah menyiapkan regulasi terkait tehknis pelaksanaan Pilkada serentak di tengah suasana Pandemi corona, sehingga aman serta bebas dari penularan dan claster penyebaran virus Corona.Â
Karena itu, sebagian besar proses dan tahapan pilkada serentak akan dilakukan secara 'daring' dengan memanfaatkan kanal media. Kampanye terbuka yang seharusnya melibatkan kerumunan massa ditiadakan untuk menjamin masyarakat sehat dan tidak tertular Pandemi virus corona.Â
Aturan PKPU juga menegaskan bahwa akan dilakukan rapid test pada petugas KPU di seluruh tingkatan, penggunaan alat pelindung diri, larangan berkerumun pada saat pemungutan suara.
Dengan pendekatan protokol kesehatan, paling tidak pilkada serentak tidak menambah claster penyebaran dan peningkatan virus corona, bahkan bisa jadi memutus rantai pandemi Covid- 19 tersebut.
Menggelar Pilkada di tengah Pandemi harus memanfaatkan media sebagai sarana komunikasi kepada publik, apalagi aturan KPU meniscayakan hal tersebut.Â
Tentu membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang melek tehknologi dan mempunyai kemampuan literasi yang mumpuni sehingga bisa mengedukasi dan memberikan pencerahan kepada publik.Â
Dalam konteks ini, dibutuhkan peran millenial untuk terlibat aktif dan mengawal langsung pilkada serentak 2020 sehingga regenerasi kepemimpinan di tingkat lokal terus berkelanjutan.Â
Diakui atau tidak, eksistensi millenial sangat strategis dalam konteks pelaksanaan pilkada di tengah suasana pandemi corona.Â
Karena sejatinya millenial adalah salah satu variabel penting penentu keberhasilan Pilkada serentak di tengah suasana Pandemi corona.Â
Ada beberapa alasan mengapa segmen pemilih millenial diposisikan sebagai lokomutif dan variabel penting penentu kesuksesan hajatan demokrasi lokal.Â