Pilkada Serentak 2020 sudah di depan mata. Hanya hitungan bulan, sebanyak 270 daerah dengan melibatkan sekitar 106 juta pemilih, akan menggelar pesta demokrasi lokal.
Pilkada merupakan proses konsolidasi demokrasi dengan harapan pemimpin daerah yang terpilih bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sejak Reformasi, bangsa kita berhasil menjalani Pilkada dengan segala dinamikanya.
Pada prinsipnya, pelaksanaan Pilkada bergantung dari penggunaan anggaran dari Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), stabilitas keamanan yang baik, koordinasi seluruh stakeholders, tingginya partisipasi, dan yang utama tidak mengganggu stabilitas politik nasional dan daerah.
Pekerjaan rumah Pemerintah dan penyelenggara Pemilu bersama DPR untuk memformulasikan sistem dan aturan yang bisa menghasilkan Pilkada yang demokratis, minim pelanggaran seperti politik uang, netralitas ASN dan penyelenggara Pemilu, kampanye hitam, isu hoaks, serta isu SARA.
Dalam konteks kekinian, pekerjaan rumah itu semakin berat mengingat Pilkada tanggal 9 Desember 2020 nanti dilaksanakan di tengah Pandemi Covid-19.
Tentu kita semua berharap Pilkada Serentak 2020 ini bisa melahirkan kepala daerah yang berkomitmen tinggi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan juga bisa menangani Covid-19 serta dampak sosial ekonominya.
Terlebih, di tengah harapan besar seluruh masyarakat Indonesia agar Pilkada bisa tetap menjamin kualitas demokrasi dan kesehatan para pemilih serta petugas Pemilu.
Selain itu, tantangan yang kian dinamis dan permasalahan yang makin komplek yang bisa menghambat jalannya pemerintahan yang efektif dan efisien, menjadi tugas berat para kepala daerah hasil Pilkada 2020 ini.
Terkait sejumlah permasalahan yang biasa terjadi saat Pilkada, para kepala daerah yang daerahnya digelar Pilkada, untuk selalu berkoordinasi dengan KPU bersama Bawaslu dan aparat keamanan bisa mencermati setiap gelagat dan dinamika politik yang terjadi serta potensi kerawanannya.