Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

ADM, Inovasi Kemendagri yang Dibanggakan Presiden

24 Februari 2020   11:51 Diperbarui: 24 Februari 2020   11:58 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografik Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) - Foto: Kompas.com

Jika dulu mengurus satu dokumen KTP saja, sebelum ada e-KTP yang carut marut  karena dikorup hingga berimbas kepada kelangkaan blanko hingga kini, harus melalui sejumlah proses melelahkan. 

Mulai dari surat keterangan dari Ketua RT, lanjut lagi minta stempel Ketua RW baru dibawa ke kelurahan. Sampai kelurahan pagi-pagi sering petugasnya kesiangan. Atau bahkan yang melayani hanya segelintir, yang banyak anak SMA yang magang di kelurahan. 

Belum lagi antrian yang lama. Saat mulai dilayani, ada saja dokumen yang kurang. Entah itu Kartu Keluarga yang belum difotocopy atau masih KK di domisili sebelumnya yang tentu beda kelurahan dan harus ada surat pengantar dari RT, RW hingga kelurahan.

Begitu pun jika mengurus Akte Kelahiran. Meskipun saat ini berlaku kebijakan baru: tidak perlu ke kelurahan lagi. Langsung ke Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota.

Tapi tetap saja, seorang kawan saya pernah bercerita hingga anaknya sudah usia 4 tahun, akte kelahiran belum juga jadi. Memang orangnya sibuk. Dan tipikalnya kalau sudah kecewa dia akan baperan dan malas untuk mengurusnya.

Ya, kawan saya itu domisili di Depok. Ketika lahiran anak keduanya ia memilih rumah sakit di Jakarta. Sehingga akte kelahiran harus mengurus lagi. Beda ketika lahiran anak pertama di RS daerah Depok dan kebetulan RS langsung membantu pengurusan aktenya. Orang tua terima beres setelah ada biaya administrasi. Pulang dari RS setelah 2 hari lahiran, akte pun bisa langsung jadi. Sementara akte anak keduanya, hingga kini belum juga jadi.

Singkat cerita, ternyata sebelum berlaku kebijakan baru: urus akte bisa langsung ke Dukcapil Kota Depok tanpa harus ke kelurahan, ia pernah mengurus berbagai tahapan seperti mulai dari RT, RW, Kelurahan. Ketika itu ia pernah ditawari Ketua RT-nya untuk dibantu pengurusannya. Namun karena biayanya agak mahal, dan merasa bisa mengurus sendiri, kawan saya itu langsung ke Dukcapil di Balaikota Depok.

Di usia anaknya yang saat itu masih 1 tahun, ia mencoba peruntungan berharap urusan akte kelahiran di Balaikota bisa lebih cepat. Kunjungan pertama, setelah izin ke kantornya masuk agak siang, kawan saya itu memang kurang teliti: beberapa syarat yaitu harus ada Fotocopy KTP dua orang saksi dan Surat Keterangan Kelahiran dari Kelurahan. Karena mengira tidak harus lagi ke kelurahan, ternyata kawan saya itu harus pulang sambil gigit jari karena harus ke kelurahan.

Ia mencoba mengulangi lagi pengurusan ketika istrinya kembali menanyakan akte kelahiran karena anaknya mau dibuatkan asuransi di bank tempat istrinya bekerja.

Di usia anaknya 3 tahun, kawan saya itu kembali lagi ke Dukcapil dengan membawa dokumen yang sudah dianggapnya lengkap: surat keterangan kelahiran dari kelurahan dan fotocopy KTP saksi kelahiran.

Ketika tahu ternyata tidak harus ada KTP saksi, ia makin kesal. Dan kawan saya kembali pulang dengan harus memperbaiki kekurangan dokumennya. Kata petugas: KTP istrinya belum e-KTP. Harus ada Surat Keterangan dari Kelurahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun