Yuridis Normatif lebih terfokus pada konsep hukum, asas hukum dan kaidah hukum, tidak sampai pada dinamika yang terjalin di masyarakat.
Pertemuan Keempat Positifisme Hukum
Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai salah satu sumber pengetahuan yang benar dan menolak spekuliasi dari suatu filosofis atau metafisik. Salah satu prinsip dari positifisme hukum adalah “Tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral”, maka positifisme hukum ini lebih mengedepankan hukum tertulis yang dapat secara logis dianggap benar dan mengesampingkan agama serta moral.
Pertemuan Kelima Sociological Jurisprudence
Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Sociological Jurisprudence bertentangan dengan Posotivisme Hukum, dimana Positivisme Hukum memandang tidak ada hukum selain perintah penguasa (law is a command of lawgivers), sedangkan Mazhab Sejarah memandang bahwa hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.
Pertemuan Keenam Living Law dan Utilitarianisme
Living Law Sebagai produk budaya, hukum selalu eksis dalam setiap masyarakat. Karenanya, hukum yang tidak diciptakan, namun hukum ditemukan dalam masyarakat (the living law).
•Namun seiring lahirnya negara modern, the living law cenderung dihilangkan dan diganti dengan hukum positif (state law). Bahkan the living law tidak dianggap sebagai hukum.
•Namun demikian, dalam sistem hukum Indonesia the living law masih diakui dengan batas-batas tertentu, seperti pengakuan terhadap masyarakat adat dan hak-haknya tradisionalnya, pengakuan hak ulayat dan sebagainya.
Utilitarianisme adalah suatu aliran di dalam filsafat hukum. Aliran ini sebagai suatu aliran yang meletakkan azas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan.Maka dalam mazhab ini hukum dapat dikatakan baik ketika dapat mendatangkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya.
Pertemuan Ketujuh Pemikiran Emile Durkheim