Kasus Hukum Ekonomi Syariah
Papua Kejari Biak Usut Dugaan Penggelapan Dana Nasabah Bank Pelat Merah Rp 942 Juta
Kejaksaan Negeri (Kejari) Biak, Papua, mengusut dugaan penggelapan dana 264 nasabah di salah satu bank pelat merah senilai Rp 942 juta. Penyidik telah memeriksa customer service (CS) bank tersebut berinisial MIA.
Hanung mengatakan bahwa kasus tersebut telah ditingkatkan ke tahap penyidikan pada Senin (9/9). Terduga pelaku, yaitu MIA, telah dimintai keterangan mengenai dugaan penggelapan dana nasabah yang terjadi antara tahun 2022 dan 2023 yang lalu.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Biak Numfor, Tiar Yustianno, menjelaskan bahwa dari hasil penyelidikan, MIA mengaku telah menerbitkan dan menerbitkan kembali (re-issue) kartu untuk nasabah di dua unit bank milik negara.
Tiar menyebut bahwa MIA telah mengambil uang sebesar Rp 942 juta dari 246 nasabah di dua unit bank milik negara.
Dia menambahkan bahwa kasus ini terungkap setelah jaksa menerima laporan tentang penyalahgunaan dana tersebut. Tiar menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak Agustus 2024.
Kaidah-Kaidah Hukum Terkait Kasus
1. Prinsip kejujuran dan amanah menjadi dasar penting dalam setiap transaksi keuangan, di mana MIA jelas melanggar kepercayaan nasabah dengan mengambil dana tanpa izin.Â
2. Larangan riba menekankan bahwa segala bentuk keuntungan yang diperoleh dari praktik tidak adil bertentangan dengan hukum syariah.
3. Praktik yang mengandung unsur penipuan atau gharar harus dihindari, mengingat tindakan MIA dapat dianggap merugikan dan menipu nasabah.Â
4. Terakhir, keadilan dan sanksi atas pelanggaran menjadi penting dalam menegakkan prinsip-prinsip syariah, memastikan bahwa tindakan hukum yang diambil sejalan dengan etika dan moral ekonomi syariah.
Norma-Norma Hukum Terkait Kasus
1. Yuridis Empiris
Yuridis empiris terlihat dari praktik nyata di lapangan, di mana MIA diduga melakukan tindakan ilegal dengan menerbitkan kembali kartu debit dan memindahkan saldo tanpa sepengetahuan nasabah, yang berakibat pada kerugian signifikan bagi 264 nasabah. Penanganan kasus ini oleh Kejaksaan Negeri Biak menunjukkan upaya penegakan hukum yang berlandaskan pada fakta dan bukti yang ditemukan selama penyelidikan, serta mencerminkan perlunya integritas dan transparansi dalam lembaga keuangan.
2. Yuridis NormatifÂ
Yuridis normatif, tindakan yang dilakukan oleh MIA jelas melanggar ketentuan hukum yang mengatur tentang perlindungan nasabah dan larangan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana nasabah, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.Â
Aturan-Aturan Hukum Terkait Kasus
- Pasal 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Â tentang Perbankan Syariah yang mengatur bahwa bank syariah wajib menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, termasuk kejujuran dan amanah dalam transaksi.
- Prinsip keadilan yang termasuk dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak nasabah dan larangan praktik penipuan.Â
- Larangan riba dalam ekonomi syariah, yang melarang keuntungan yang diperoleh dari praktik tidak adil atau eksploitasi.
- Peraturan OJK tentang perlindungan konsumen, yang mengharuskan lembaga keuangan untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan data nasabah, juga menjadi penting untuk diacu dalam menegakkan hukum dalam kasus ini.
Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence
A. Positivisme Hukum Berdasarkan kasus  perspektif positivisme hukum, kasus ini akan dianalisis secara teknis-formal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. MIA sebagai terduga pelaku dipandang telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan serta peraturan OJK mengenai fungsi CS bank. Apabila terbukti bersalah, MIA dapat dikenakan Pasal 378 dan 381 KUHP tentang penggelapan dan penyalahgunaan wewenang. Positivisme hukum cenderung memberikan solusi secara pasti berdasarkan ketentuan formal saja tanpa mempertimbangkan unsur-unsur lain.
B. Sociological Jurisprudence Kasus ini perlu dikaitkan dengan dampak sosial ekonominya. Perbuatan MIA telah merugikan lebih dari 250 nasabah dengan total kerugian ratusan juta rupiah. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan dan mengganggu stabilitas sistem keuangan syariah secara makro. Oleh karena itu, putusan harus memberikan efek jera agar tujuan hukum luntuk kesejahteraan umat dapat tercapai. Faktor sosial ekonomi perlu dipertimbangkan dalam menentukan sanksi guna mencegah tindakan serupa di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H