Iklim Investasi di Indonesia Saat Ini jika dikaitkan dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Investasi langsung luar negeri (foreign direct investment) memainkan peran penting pada kondisi investasi suatu negara. Foreign direct investment (FDI) diproyeksikan membawa produktivitas kepada perusahaan, termasuk akses pembiayaan, hubungan perdagangan, alih teknologi, hingga transfer pengetahuan dan manajerial (Genther dan Kis-Katos, 2019).
Namun, RUU Cipta Kerja kurang memperhatikan akar masalah investasi asing di Indonesia yang sebenarnya terjadi karena tertutupnya pemerintah terhadap investor asing. Indonesia memiliki FDI Regulatory Restrictiveness Index yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain (Gambar 1). Adanya regulasi yang banyak terhadap FDI justru akan menjadi insentif yang negatif terhadap investor asing (Basri, 2020).
Di lain sisi, masih ada beberapa isu yang menghambat pertumbuhan investasi Indonesia saat ini. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi institusional negara, termasuk di dalamnya tentang regulasi yang tumpang tindih, kinerja pemberantasan korupsi yang belum impresif, dan ketidakpastian kebijakan. Selain itu, aspek sosial seperti kualitas sumber daya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan juga perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja.
Kelembagaan Indonesia yang Kurang Dipertimbangkan
Kelembagaan merupakan bagian penting dari sebuah ekonomi yang maju karena social order yang harus ada. Jika kelembagaan dikuatkan, maka sisi etika, tingkah laku, dan aturan akan ditegakkan dan negara akan menjadi lebih teratur. Mengingat prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa perilaku individu sensitif terhadap insentif, negara dengan aspek kelembagaan yang kuat akan menjadi daya tarik untuk investor asing.Â
Dalam pandangan Pradiptyo (2020), aspek institusional ini penting untuk mendorong masuknya investasi yang menimbulkan inovasi dan menjadi pemicu angka pengganda investasi dalam konsep endogenous growth pada pertumbuhan ekonomi.Â
Keburukan aspek institusional di Indonesia belum secara jelas diperbaiki melalui omnibus law, bahkan terkesan diabaikan. Menurut Corruption Perceptions Index 2019 oleh Transparency International, Indonesia adalah negara ke-85 yang tidak korup dari 180 negara dengan skor 40 dari 100 (Gambar 2). Akan tetapi, indeks ini hanya mempertimbangkan korupsi di sektor publik.
Permasalahan institusional ini diperkuat oleh data The Global Competitiveness Report 2019 yang menempatkan pilar institusional Indonesia di peringkat 60 dari 141 negara, jauh di bawah negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Belum lagi kasus korupsi yang cenderung merugikan banyak pihak seperti penyuapan, pengadaan barang/jasa, pungutan, penyalahgunaan anggaran dan masalah perijinan.
Seperti yang tertera dalam data Anti Courruption Clearing House (2018), penyuapan dan perizinan merupakan beberapa masalah serius dalam kasus tindak pidana korupsi Indonesia rentang waktu 2004-2018.