Dalam kelas onlinenya yang berjudul Becoming a changemaker: Introduction to Social Innovation, Franois Bonnici, profesor di University of Cape Town, menyatakan bahwa lembaga yang murni altruistik tidak akan mampu untuk bertahan karena mereka tidak mampu untuk menunjang kegiatan mereka sendiri. Maka dari itu, diperlukan suatu ekuilibrium antara egoisme dan altruisme.Â
Conscious Capitalism: Ekuilibrium antara Egoisme dan Altruisme
Dalam dua bagian sebelumnya, telah dipaparkan mengenai dua spektrum yang berbeda dalam penentuan tujuan suatu perusahaan atau lembaga, yaitu egoisme yang berorientasi pada profit dan altruisme yang tidak berkesinambungan. Karena keterbatasan kedua konsep tersebut, diperlukan konsep baru yang mampu menyintesiskan nilai positif dari keduanya.
Maka dari itu, John Mackey dan Raj Sisodia menawarkan sebuah konsep bernama conscious capitalism. Conscious capitalism adalah sebuah filosofi yang didasarkan pada sebuah ide sederhana bahwa perusahaan harus memiliki tujuan yang lebih dari sekedar mengeruk keuntungan, yaitu demi kebaikan umat manusia (Mackey & Sisodia, 2013).Â
Hal yang membedakan conscious capitalism dengan egoisme adalah cara kedua paham tersebut memandang profit. Egoisme berpandangan bahwa perusahaan harus mencari profit demi mendapat profit, sedangkan conscious capitalism berpandangan bahwa profit harus didapatkan dengan tujuan untuk memberikan nilai tambah bagi seluruh stakeholders dan demi kebaikan umat manusia.
Conscious capitalism juga berbeda dengan altruisme. Altruisme yang ekstrem berpandangan bahwa perusahaan harus mengorbankan diri sendiri demi kepentingan orang lain, sedangkan conscious capitalism berpandangan bahwa perusahaan harus mengakomodasi seluruh kepentingan, termasuk kepentingan perusahaan itu sendiri.Â
Conscious capitalism memiliki empat prinsip dasar. Prinsip pertama adalah higher purpose atau tujuan mulia. Perusahaan harus memiliki tujuan yang lebih mulia dibanding sekedar mendapatkan profit untuk para pemodalnya.
Tujuan mulia di sini berarti perusahaan harus mampu untuk berkontribusi dalam memajukan umat manusia. Keberadaan tujuan ini sangatlah penting karena jika tujuan ini tidak ada, maka perusahaan tidak akan memiliki kompas yang dapat dijadikan acuan untuk menjalankan praktiknya.Â
Selain itu, adanya tujuan mulia ini juga dapat mengubah pandangan perusahaan terhadap profit. Profit akan dinilai sebagai langkah untuk mencapai tujuan mulia tersebut, bukan sebagai tujuan itu sendiri.Â
Prinsip kedua adalah stakeholders integration dan stakeholders orientation. Stakeholders integration berarti perusahaan memahami interdependensi antara seluruh stakeholders-nya, maka dari itu seluruh stakeholders harus dilibatkan dalam praktik usaha yang dijalankan.Â
Berikutnya, perusahaan juga harus menanamkan dan mempraktikkan prinsip stakeholders orientation. Prinsip ini berarti perusahaan harus mengedepankan peningkatan nilai tambah bagi seluruh stakeholders, bukan hanya para pemodal dan para pemegang saham.