Edelman Trust Barometer 2020 disusun setelah melakukan survei terhadap lebih dari 34.000 orang di 28 negara di dunia, salah satunya Indonesia.Â
Hasil survei yang dilakukan oleh Edelman menunjukkan bahwa 56% orang menganggap bahwa kapitalisme memiliki lebih banyak dampak negatif dibanding dampak positif. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap para CEO hanya sebesar 51%.
Hasil yang lebih buruk ditunjukkan oleh kepercayaan publik kepada orang-orang terkaya di dunia yang hanya sebesar 36%, sangat jauh jika dibandingkan dengan kepercayaan publik kepada saintis yang berada di angka 80%.
Dalam skala -35 sampai 35, etika pelaku bisnis berada di angka -2, berbeda 14 poin dari etika LSM yang berada di angka 12. Penyebab utama seseorang tidak percaya dengan pelaku bisnis adalah ketidakadilan. 54% orang menilai bahwa pelaku bisnis hanya mementingkan kepentingan segelintir orang.
Padahal, publik menilai bahwa kesuksesan jangka panjang suatu perusahaan dinilai dari mampu tidaknya perusahaan memenuhi kepentingan seluruh stakeholders, bukan hanya shareholders atau para pemegang saham dan pemodal.
Altruisme: Ujung Spektrum yang Berlawanan
Dalam bagian sebelumnya, telah terbukti bahwa egoisme dan praktik cuci tangan yang dilakukan oleh perusahaan membuat persepsi publik terhadap kapitalisme menjadi buruk. Jika diibaratkan sebuah spektrum berbentuk garis lurus, egoisme perusahaan tradisional merupakan salah satu ujung dari spektrum tersebut.
Ujung yang berlawanan dari spektrum yang sama ditempati oleh sebuah konsep bernama altruisme. Altruisme dapat didefinisikan sebagai bentuk perhatian atau tindakan yang didorong oleh keinginan untuk menolong orang lain tanpa memperhatikan kepentingan pribadi, atau dalam kasus ekstrim, mengorbankan kepentingan pribadi (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2020).
Pertanyaannya, apakah seluruh perusahaan yang egoistik harus berubah menjadi lembaga altruistik demi menciptakan dunia yang lebih baik?
Dalam konteks kelembagaan, lembaga yang altruistik berarti lembaga tersebut hanya berfokus pada keinginan untuk membantu orang lain. Contoh lembaga seperti ini adalah lembaga amal.
Biasanya, organisasi seperti ini hanya mengandalkan donasi dari orang lain untuk menopang kegiatannya. Masalah yang kemudian muncul adalah mampu tidaknya organisasi seperti ini untuk tetap beroperasi jika mereka berhenti mendapatkan donasi.