Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembukaan Kembali Ekspor Pasir Putih: Langkah Mencari Keuntungan atau Degradasi Lingkungan?

10 September 2023   21:32 Diperbarui: 10 September 2023   21:34 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan sebuah buku yang ditulis oleh David Wallace-Wells dengan judul The Uninhabitable Earth : The Story About Future menjelaskan bahwa negara-negara di dunia selatan merupakan negara dengan potensi terdampak paling tinggi dibandingkan negara-negara di utara (Wallace-wells, 2018). Berdasarkan data International Panel on Climate Change (IPCC) Indonesia merupakan salah satu negara yang paling berpotensi tenggelam nomor sembilan setelah Myanmar dan Jepang. Sebagai salah satu negara yang berada di khatulistiwa potensi tenggelam beberapa kota di Indonesia dikategorikan sangat tinggi. Dengan skenario peningkatan suhu sekitar 4 derajat celcius , terdapat lebih dari 90 persen kawasan tempat tinggal di hampir 300 UA, akan berada di bawah garis pasang dalam kurun waktu berabad-abad. Dari total 90 persen tersebut, sepertiganya berasal dari Asia, bahkan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya menjadi salah satu kota dengan kemungkinan tenggelam tertinggi berdasarkan skenario pemanasan global 1,5 ; 2,3 ; dan 4 derajat celcius (IPCC, 2022).

Perhitungan tersebut belum didasari pada perhitungan skenario apabila pemanasan global mendorong pencairan es di Antartika. Jika, lapisan es di daerah Antartika mulai mencair maka tidak menutup kemungkinan bahwa kedepan permukaan laut akan jauh meningkat lebih tinggi dari skenario yang digambarkan dalam perhitungan tersebut. Skenario secara global permukaan laut akan meningkat 21 persen atau 1 meter lebih tinggi apabila terjadi kenaikan 2 derajat celsius dan meningkat 27 persen atau 1,5 meter apabila terjadi kenaikan suhu sebesar 4 derajat celcius (IPCC, 2022). Bayangkan beberapa kota besar yang menjadi tempat tinggal banyak masyarakat Indonesia memiliki potensi cukup tinggi untuk tenggelam, apalagi daerah pesisir dan pulau pulau kecil lainnya di Indonesia yang pastinya memiliki tingkat kerentanan lebih tinggi untuk menghilang terutama apabila proyek pertambangan pasir laut dan pengerukan sedimentasi laut ini terus dilanjutkan. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat sekitar dan juga seberapa cepat daerah daerah tersebut akan menghilang dari peta dunia. Apabila proyek ekspor pasir putih tetap dilaksanakan, maka hal tersebut merupakan bentuk pengkhianatan Indonesia terhadap komitmennya untuk menjaga kelestarian lingkungan serta meminimalisir dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim salah satunya adalah terkait kenaikan tinggi permukaan laut. Selain menambah ketinggian air laut, penambangan pasir laut juga dapat berdampak pada terjadinya intrusi air laut secara masif, hal ini dapat memberikan penurunan skala kelayakan hidup masyarakat yang ada. Selain itu, pemerintah juga mengkhianati konstitusi dalam hal tujuan dibentuknya negara ini, karena proyek ini dapat mengancam dapat memberikan ancaman langsung bagi masyarakat Indonesia di pesisir dan memberikan dampak negatif secara tidak langsung bagi generasi Indonesia saat ini dan generasi yang akan datang terkait kesejahteraan mereka yang direnggut akibat pengingkaran Indonesia terhadapnya komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 dianggap sebagai langkah mundur dalam komitmen indonesia untuk menjaga dan melestarikan ekosistem laut. Pembukaan kembali izin ekspor pasir laut akan berdampak negatif pada ekosistem lingkungan di daerah pesisir. Penambangan pasir laut akan memberikan ancaman yang signifikan dan merusak keberlanjutan ekosistem laut, terutama di wilayah tambang pasir laut itu sendiri. Penambangan pasir laut dapat menambah tingkat kekeruhan perairan laut yang berdampak pada ekosistem terumbu karang. Karena air yang keruh, penetrasi masuknya cahaya akan mengalami penurunan, sehingga akan merusak ekosistem lamun yang ada (Handiyatno, 2023). Proyek penambangan ini juga akan menimbulkan turbulensi yang berakibat pada peningkatan kadar kepadatan tersuspensi di dasar laut dan dapat meningkatkan pencemaran pantai (CNN, 2023)

Daftar Pustaka

Aisah, N. (2023). Studi Ungkap Negara Paling Terdampak Perubahan Iklim, Bagaimana Indonesia?.

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5771365/studi-ungkap-negara-paling-terdampak-peruba han-iklim-bagaimana-indonesia/3. Diakses pada 23 Juni 2023.

Al Hikam, H, A. (2023). Menimbang Keuntungan Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi Setelah 20 Tahun.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6747997/menimbang-keuntungan-ekspor-pasir

-laut-dibuka-lagi-setelah-20-tahun. Diakses pada 24 Juni 2023

BBC News. (2023). Mengapa Kebijakan Ekspor Pasir Laut Ditolak Pegiat Lingkungan dan Negara Mana yang Diuntungkan?. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0wv9q3q941o. Diakses pada 23 Juni 2023.

CNN Indonesia. (2023).10 Dampak Penambangan Pasir Laut terhadap Lingkungan. https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230530174526-569-955939/10-dampak-penambangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun