Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebijakan dan Keadilan untuk Semua Mahasiswa

28 Februari 2023   22:35 Diperbarui: 28 Februari 2023   22:33 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hah apa nih rame-rame??"

Percakapan itu membuat suasana berubah gaduh. Aku yang baru datang ke tempat temanku untuk bercengkrama dan nongkrong, berubah menjadi tatapan serius ke arahku. Mereka langsung saling memandangi bergantian, rupanya ada suatu hal yang tak beres di tempat ini.

"Nih lu liat, twitter lu rame. Mereka menyatakan turut berempati sama Ardian. Ada apa sih sama si miskin itu?" tanyanya dengan remeh dan menyindir.

Aku bukannya tak bisa menerima apapun dari mereka, sejujurnya aku gerah kalau harus datang menghampiri mereka dengan membawa celotehan Ardian yang dicap "miskin". Padahal, sejatinya manusia punya hal yang bisa dibanggakannya. Walau, sebenarnya di zaman ini penampilanlah yang menentukan segalanya.

"Siapa yang lu bilang miskin itu?" Aku mulai mengepalkan tanganku erat-erat, mencoba untuk menahan emosi yang mengalir, karena hinaan itu.

"Yah, si Ardian itu."

"Apaan?" Aku bertanya ulang, memastikan dia hanya salah bicara.

Tanpa rasa bersalah dan malu, dia mengucapkan nama Ardian yang membuatku menggeleng keras. Emosiku tak tertahankan lagi, dadaku bergemuruh kencang dan puncak kemarahanku semakin meningkat. Kulepaskan pukulan kepada temanku yang mengatai Ardian dengan lancar.

Satu pukulan berhasil terlayangkan dengan sempurna di pipi Usama, temanku yang songong itu. Aku tahu dia adalah seorang pemabuk dan berandalan yang bahkan tidak lebih baik dari Ardian yang bersuara lantang. Lagipun, aku hanya bingung bagaimana orang bisa membenarkan tindakan Usama dibandingkan Ardian yang kerapkali dicibir tukang demo, padahal kebijakan itu memiliki dampak berkelanjutan bagi hidup orang banyak. 

Manusia manapun yang waras dan sadarpun juga harusnya bersikap apatis kepada Ardian bukan kepada Usama yang lebih mementingkan gaya hidup mewah dan jauh dari kata cerdas dan berpenampilan menarik, setelah itu aku urungkan pukulan itu dan membalikkan wajah kebelakang meninggalkan mereka.

"Liat pembalasan gue, atas apa yang lu lakuin ke muka gue." Wajah Usama hanya meringis kesakitan dengan pukulan yang tak terlalu kuat, hanya setengah tenaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun