Perdebatan mengenai aturan dan payung hukum bagi pekerja gig masih terus terjadi. Umumnya, perdebatan terjadi tentang perlu atau tidaknya upah minimum. Hal tersebut kerap kali belum menemui titik terang. Demo pengemudi ojek online yang masih sering terjadi, menjadi bukti nyata bahwa permasalahan upah yang diberikan kepada pekerja gig masih tidak sepadan dengan risiko pekerjaan yang dihadapi.
Dalam kasus ojek online, perusahaan startup transportasi umum, seperti Gojek, Grab, Maxim, dan lain sebagainya, berperan sebagai penghimpun pekerja mandiri. Hubungan kerja yang muncul antara pengemudi ojek online dengan perusahaan hanyalah mitra kerja, sehingga bayaran yang diberikan pun hanya berupa bagi hasil, bukan berbentuk upah.
Sementara, bagi pekerja gig di bidang kreatif, aturan terkait upah minimum tidak dapat diberlakukan untuk pekerjanya. Hal ini disebabkan karena pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja gig kreatif muncul atas kesepakatan yang dilakukan oleh pekerja gig dengan penyedia kerjanya. Kesepakatan ini meliputi lama waktu bekerja, pekerjaan apa saja yang harus dilakukan, berapa bayaran yang akan diberikan, dan sebagainya. Sebut saja seperti web developer, desainer grafis, dan pekerja gig kreatif lainnya.
"Yang dilihat bukan (pekerjaan) hariannya, tetapi hasil (akhir) pekerjaannya," tambahnya
Hubungan Antara Pekerja dan Pemberi Kerja
Dalam ranah ketenagakerjaan, seringkali dikenal istilah hubungan kerja, yaitu suatu hubungan antara pekerja dan pemberi kerja. Tentunya, Â untuk dapat dikatakan sebagai hubungan kerja, perlu adanya perintah dari pihak pemberi kerja kepada pekerja. Perintah yang diberikan ini harus diiringi dengan pengawasan rutin dari pemberi kerja agar pekerja dapat dipastikan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan keinginan pemberi kerja. Perintah dapat diberikan apabila pekerja berafiliasi dengan perusahaan atau tempat kerja tertentu, baik secara penuh waktu maupun paruh waktu.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku dalam gig economy, utamanya dalam kelompok industri kreatif. Hubungan yang dimiliki oleh pekerja dan pemberi kerja tidak bisa dikatakan sebagai hubungan kerja. Hal ini disebabkan karena pemberi kerja hanya membuat pesanan kepada pekerja gig tanpa melakukan pengawasan-pengawasan tertentu untuk memastikan pekerja gig itu melakukan pekerjaan yang ia inginkan.
"Ambil contoh ilustrator. Itu, 'kan, orang hanya pesan ke dia. Orang itu (pemesan) tidak mengawasi setiap harinya dia seperti apa. Tahu jadi saja orang itu," jelasnya..
Jaminan Kualitas Pekerja
Salah satu kelebihan yang selalu dikumandangkan dalam jarkom gig economy adalah kemudahan untuk keluar dan masuk ke dalam industri. Tidak ada regulasi dan seleksi yang perlu dilalui oleh para calon pekerjanya. Gig economy dapat memuat siapa saja, tidak memandang umur, usia, jabatan, dan status sosial. Selama mampu dan memiliki kelebihan, siapapun bisa berkecimpung di dalam gig economy dengan bebas. Akan tetapi, dikarenakan tidak adanya seleksi untuk memilah dan memilih manakah orang-orang yang berkualitas, talent-talent yang disediakan dalam industri gig economy pun tidak semua sepenuhnya layak untuk dipekerjakan.
"Pernah saya dapat Gojek sepeda motor, (pengemudinya) terlihat sudah sepuh begitu. Selama di perjalanan kami jatuh tiga kali." kisahnya.