Danu mengerutkan kening. "Denger apa?"
"Sssst! Dengerin deh," Iki menyuruh Danu diam dan mendengarkan dengan seksama. Di tengah keheningan malam, terdengar suara gemerisik pelan, seperti langkah kaki yang mendekat perlahan.
"Kita harus cek, Ki," bisik Danu, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Mungkin cuma hewan aja."
Dengan hati-hati, mereka berdua bangkit dari kursi dan mulai melangkah ke arah sumber suara. Senter di tangan Danu bergoyang-goyang, menciptakan bayangan menyeramkan di dinding dan pepohonan sekitar.
Ketika mereka mencapai ujung teras, suara itu tiba-tiba berhenti. Danu menyorotkan senternya ke sekeliling, tapi tidak ada apa-apa di sana, hanya kegelapan dan bayangan pepohonan yang bergoyang pelan.
"Tuh, kan, nggak ada apa-apa," kata Iki mencoba tersenyum, meski raut wajahnya menunjukkan kegugupan.
Namun, saat mereka berbalik untuk kembali ke tempat duduk, sesuatu yang mengerikan terjadi. Di depan mereka, berdiri sosok tinggi dengan mata merah menyala, menatap mereka tanpa berkedip. Sosok itu tampak seperti bayangan, tetapi kehadirannya begitu nyata dan menakutkan.
"Si... siapa kamu?" suara Danu bergetar, nyaris tak terdengar.
Sosok itu tidak menjawab, hanya mendekat perlahan. Langkahnya terdengar seperti gemerisik daun yang diseret. Iki mencoba berteriak, namun suaranya seakan terhenti di tenggorokan.
Tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan dan menunjuk ke arah ponsel Danu. Suaranya terdengar seperti bisikan dari dunia lain, "Berhenti bermain, atau kalian akan menyesal."
Dalam kepanikan, Danu dan Iki mundur perlahan, namun kaki mereka terasa kaku. Suara gemerisik semakin mendekat, dan dalam sekejap, sosok itu menghilang, meninggalkan mereka dalam kegelapan dan ketakutan yang luar biasa.