Mohon tunggu...
Kaseri
Kaseri Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Jombang

Saya adalah seorang yang ingin selalu berubah dan berkembang lebih baik. Di setiap kesempatan, saya selalu berupaya mengambil peran maksimal. Pengalaman Terindah, saat terpilih dan menjadi duta di ajang "Indonesian Youth Leadership Programme" di Washingthon DC, United State of America (USA)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4

9 Februari 2023   15:00 Diperbarui: 9 Februari 2023   15:12 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Forum Diskusi Tertulis dan Penugasan Mandiri

Tujuan Pembelajaran Khusus:

  • CGP memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3.
  • CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Pada tahap ini Saya diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di paket Modul 1 dan membuat sebuah koneksi antar materi yang sudah Saya pelajari. Saya akan membuat sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk media informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas Saya. Contoh media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman audio, screencast presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya.

Selanjutnya, unggah media informasi yang telah dibuat ke Google Drive/Youtube Saya, dan jangan lupa untuk mengklik Bagikan/Shared agar bisa diakses oleh fasilitator.

Panduan berikut membantu Saya membuat kaitan tersebut.

  • Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
  • Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Saya atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
  • Sejauh mana pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah Saya pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Saya dan di luar dugaan?
  • Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Saya setelah mempelajari modul ini?
  • Pengalaman seperti apakah yang pernah Saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Saya?
  • Bagaimanakah perasaan Saya ketika mengalami hal-hal tersebut?
  • Menurut Saya, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
  • Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Saya pakai, dan bagaimana perasaan Saya saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Saya pakai, dan bagaimana perasaan Saya sekarang? Apa perbedaannya?
  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Saya menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Saya? Jika iya, tahap mana yang Saya praktekkan dan bagaimana Saya mempraktekkannya?
  • Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
  • Refleksi Saya akan dinilai dengan menggunakan rubrik penilaian yang disajikan dibawah.

Setelah membuat koneksi antar materi, Saya juga diminta untuk menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah dengan mengisi Tabel Rancangan Tindakan Aksi Nyata dan mengunggahnya ke LMS:

PENYELESAIAN TUGAS MANDIRI

Saat ini saya telah sampai di modul 1.4.a.8. Koneksi antar materi Budaya Positif. Koneksi antar materi modul 1.4 saya diminta untuk memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3. dan di harapkan dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

KESIMPULAN

Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang "beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab". Sekarang, berdasarkan pedoman itu, Profil Pelajar Pancasila diharapkan menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih kecil. Profil ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang menonjol dalam bakat lainnya, Profil Pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki oleh seluruh murid kita di dalam kelas.

Kaitannya visi guru dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pendidik wajib menerapkan konsep pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara dengan memberikan teladan hidup dan kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya serta memberikan dukungan dan mendorong anak dengan kepercayaan dirinya menjemput kebahagiaan hidup.

Terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tutwuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut.

Keterkaitan visi dengan nilai dan peran guru penggerak adalah visi harus mampu mencerminkan nilai dan peran dari guru penggerak untuk mewujudkan profil pelajar pancasila. Perlu saya sampaikan bahwa sebagai guru penggerak memiliki nilai yaitu Berlajar berpihak pada murid, inovatif, kolaboratif, mandiri dan Reflektif. kemudian Guru penggerak juga mempunyai peran Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan komunitas Praktisi, Menjadi/pendamping coach bagi guru lain, Mendorong kolaborasi antar guru, dalam penerapannya dibutuhkan totalitas Guru dalam mengkolaborasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran. Sehingga visi harus mampu mewujudkan profil pelajar pancasila.

Jika pendidik sudah menerapkan nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran dan ingin mewujudkan visi guru penggerak memerlukan inkuiri apresiatif yang terjabarkan dalam metode BAGJA.

Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang didukung dengan nilai dan peran guru serta diterapkan dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan melahirkan budaya positif di sekolah.

Lingkungan sekolah yang positif dapat membuat warga sekolah merasa aman dan nyaman berada di sekolah. Keaadan demikian mestinya dapat memunculkan nilai-nilai positif dari warga sekolah. Modul 1.3 mempelajari mengenai Inkuiri Apresiatif (IA). IA merupakan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan (positif). Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Dengan demikian, budaya positif di sekolah akan mendukung tercapainya visi sekolah. Visi yang sesuai dengan filosofi pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk berpihak kepada murid, memerdekakan murid, mendorong terciptanya merdeka belajar, dan membentuk profil pelajar pancasila.

Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang positif, perlu adanya budaya positif. Budaya positif dapat dilakukan dengan adanya penerapan disiplin positif. Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia yaitu: untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, mendapatkan imbalan atau penghargaan, dan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Tujuan adanya disiplin positif yaitu membangun murid memiliki motivasi yang ketiga, yaitu motivasi intrinsik. Guru dapat mengambil peran mewujudkan kepemimpinan murid, dengan cara murid sanggup memimpin dirinya sendiri. Pendidik perlu menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Nilai-nilai kebajikan itu sesuai dengan profil pelajar pancasila yaitu: Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebhinekaan Global, Bergotong-royong, dan kreatif. Untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila ini guru dapat menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara melalui pembelajaran, kolaborasi, menggerakkan komunitas dan lainnya sehingga munculnya budaya positif di sekolah.

Dalam penerapan budaya positif, guru perlu mengambil peran untuk melakukan restitusi, daripada memberi hukuman atau konsekuensi. Restitusi mendorong terciptanya disiplin positif pada murid. Murid menyelesaikan permasalahannya sendiri sehingga menimbulkan motivasi intrinsik. Gossen menyatakan bahwa restitusi mengembalikan anak kepada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

Dalam melakukan restitusi, guru dapat melakukan 5 posisi kontrol yaitu: pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Diantara kelima posisi tersebut, guru diharapkan mengambil posisi manajer. Posisi manajer adalah posisi dimana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Manajer tidak mengatur perilaku seseorang, namun membimbing murid mengatur dirinya sendiri. Posisi manajer sesuai dengan visi guru penggerak yang sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk menuntun segala kekuatan kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya demi terciptanya student wellbeing. Peran manajer juga memunculkan nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada murid. Guru dengan kualitas manajerial berarti dapat menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat.

Proses restitusi dapat dilakukan dengan segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan kelas. Guru dan murid menyusun dan menyepakati keyakinan kelas. Guru memainkan peran pendorong kolaborasi untuk menyusunnya. Keyakinan kelas dibentuk dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri sesrta memotivasi dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, tentu saja tidak dapat dilakukan seorang diri. Pelu ada keterlibatan seluruh anggota sekolah. Untuk itu peran guru untuk menggerakkan komunitas praktisi, pendorong kolaborasi, serta coach bagi guru lain dapat mewujudkannya.

  • REFLEKSI
  • Pemahaman Modul ini

Faktor utama untuk terciptanya budaya positif adalah disiplin positif. Disiplin berasal dari bahasa latin "disciplina" yang artinya belajar. Belajar dapat berarti mengalami perubahan. Dalam disiplin positif, motivasi perubahannya muncul dari dirinya sendiri. Orang lain dapat memberikan stimulus-respon, namun sejatinya yang memiliki kontrol/kuasa adalah diri sendiri. Motivasi yang benar bukan dikarenakan menghindari rasa tidak nyaman (hukuman) atau untuk menerima imbalan (penghargaan) dari orang lain. Motivasi yang memunculkan disiplin positif adalah motivasi untuk menjadi orang yang diinginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini (motivasi intrinsik). Motivasi karena hukuman dan penghargaan bersifat eksternal dan dapat mengganggu proses pendidikan murid. Hukuman dapat membuat murid menjadi tidak nyaman dan takut, sementara penghargaan hanya memunculkan motivasi yang bersifat sementara. Hal yang menarik ketika mempelajari materi ini adalah mengenai penghargaan. Saya perlu lebih bijaksana dalam menggunakan penghargaan berupa poin keaktifan kepada murid di kelas.

Ada 5 posisi kontrol guru yang dipelajari yaitu pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Untuk menerapkan disiplin positif, guru perlu menerapkan peran manajer. Peran manajer mengingatkan murid pada keyakinan kelas yang telah disepakati bersama. Proses pembentukan keyakinan kelas dilakukan oleh murid dibimbing oleh guru. Keyakinan kelas dapat ditempelkan di ruang kelas sebagai pengingat bersama. Saat saya merefleksikan diri saya sendiri, sejauh ini saya masih cenderung pada level teman atau pemantau. Saya perlu berlatih dan berusaha untuk belajar menerapkan peran manajer.

Masalah yang terjadi pada murid, dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar manusia yaitu: yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Dengan memahami kebutuhan dasar yang dibutuhkan murid ketika masalah terjadi, penanganan terhadap suatu kasus akan menjadi lebih maksimal dan bermakna. Dalam penanganan murid, guru sebaiknya menghindari tindakan hukuman atau konsekuensi. Guru dapat mengambil langkah restitusi.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Restitusi memperbaiki hubungan. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi 'menuntun' untuk melihat ke dalam diri. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan. Restitusi menguatkan. Restitusi fokus pada solusi. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya. Restitusi diterapkan melalui 3 langkah segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan

Perubahan

Setelah mempelajari modul ini saya belajar untuk memunculkan motivasi intrinsik murid ketika saya mengajar di kelas. Dulu saya sering memberikan penghargaan berupa poin keaktifan ketika meminta murid menjawab soal. Kali ini saya mencoba memberi pengertian hal yang didapat murid ketika mau menjawab pertanyaan saya, sehingga motivasi mereka menjawab bukan lagi poin, namun dikarenakan murid yang mendapatkan pengalaman belajar dan percaya diri. Perubahan berikutnya adalah dalam penanganan masalah murid. Saya belajar untuk membimbing murid menemukan solusi atas permasalahan mereka sendiri.

Pengalaman, Perasaan, dan Hal Yang Perlu Diperbaiki

Pengalaman yang saya alami yaitu ketika menerapkan proses segitiga restitusi. Narasi yang saya tuliskan dalam tugas video praktik segitiga restitusi tersebut, memang benar-benar masalah yang terjadi dan saya tangani. Ketika melakukan hal tersebut, ada rasa senang yang saya rasakan, karena dapat membimbing murid untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Jika semua murid dapat belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, maka dia sedang belajar untuk bertanggungjawab terhadap hidupnya. Saya perlu belajar untuk lebih luwes dalam menerapkan posisi sebagai manajer.

Pengalaman lain yang saya alami adalah saat saya tidak lagi memberikan penghargaan berupa poin keaktifan, murid cenderung tidak banyak bertanya. Saya menyadari bahwa cara yang saya lakukan dalam memberikan penghargaan tersebut kurang tepat, karena motivasi yang muncul adalah motivasi eksternal. Saat awal saya mencoba memberi pemahaman dengan memunculkan motivasi intrinsik, ada sebagian murid yang mulai menjawab pertanyaan yang saya sampaikan. Saya berharap mereka dapat terus memiliki motivasi intrinsik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Sebelum dan sesudah (posisi kontrol dan segitiga restitusi)

Sebelum mempelajari modul ini saya cenderung dalam posisi kontrol teman. Perasaan saya saat itu adalah ingin menjadi teman bagi murid dan menerapkan kasih kepadanya. Saya berpikir dengan menjadi teman, saya dapat lebih memahami mereka. Namun, hal itu justru tidak tepat. Posisi teman akan membuat murid memiliki ketergantungan kepada saya dan tidak mandiri. Setelah belajar modul ini, saya mempraktikkan untuk menjadi manajer. Saya lebih sering meminta murid memikirkan cara untuk menyelesaikan permasalahannya.

Sebelum mempelajari modul ini, secara tidak langsung sebenarnya saya sudah menerapkannya yaitu pada tahap menstabilkan emosi dan validasi masalah. Hanya saja pada tahap akhir, saya cenderung pemberi solusi. Ketika ada masalah yang terjadi saya biasanya memanggil murid tersebut secara pribadi untuk saya ajak bicara dan menggali masalah yang dia alami. Setelah belajar modul ini saya berusaha menerapkan langkah terakhir yaitu menanyakan keyakinan kelas dan memunculkan motivasi intrinsik.

Hal Yang Perlu dipelajari

Hal lain yang perlu dipelajari adalah perlu adanya kolaborasi dalam menciptakan budaya positif di sekolah, karena budaya positif ini tidak dapat dilakukan sendirian. Budaya positif dapat dilakukan oleh warga sekolah yang positif pikirannya, positif perkataannya, dan positif tindakannya.

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA

Judul Modul: Membiasakan Budaya Positif Tidak Menggunakan Handphone Saat KBM Dengan Pembuatan Keyakinan Kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi

Nama Peserta: Kaseri, Guru SMA Negeri 1 Jombang

Latar belakang

Wabah Covid 19 yang mengubah pembelajaran Luring menjadi Daring, menjadikan murid cenderung tidak terpisahkan dengan handphone. Bahkan tiada waktu tanpa HP. Setelah kondisi normal, perlu adanya peraturan yang membatasi penggunaan HP sata berada di dalam KBM untuk menciptakan budaya positif.

Budaya positif menciptakan suasana pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Untuk mewujudkannya perlu ada disiplin positif di sekolah. Salah satu cara untuk menerapkan disiplin positif adalah melalui proses pembentukan keyakinan kelas dan pelaksanaan segitiga restitusi. Keyakinan yang dimiliki oleh sekolah saat ini yang merupakan core value masih perlu disadarkan dengan baik kepada murid.

Tujuan

Menumbuhkan budaya positif murid dalam penggunaan HP saat KBM dengan adanya keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi

Tolok Ukur

  • Terdapat poster keyakinan kelas pada masing-masing kelas
  • Guru/karyawan dapat menerapkan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan murid
  • Permasalahan mengenai pelanggaran pemakaian HP saat KBM berkurang

Linimasa tindakan yang akan dilakukan

  • Membuat modul panduan
  • Membuat sosialisasi melalui powerpoint
  • Koordinasi dengan kepala sekolah untuk meminta ijin menyampaikan modul dan presentasi, serta mengatur jadwal
  • Koordinasi dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum mengenai hal-hal yang dibutuhkan
  • Berlatih presentasi

Dukungan yang dibutuhkan

Ruangan untuk diseminasi (meminta bantuan Waka Sarana Prasarana)

Pembuatan modul dan powerpoint (dilakukan sendiri)

Peralatan untuk workshop (meminta bantuan Waka Sarana Prasarana)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun