Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis

0817897967 \r\n\r\n\r\n Account Bank MANDIRI\r\nNo.Rek. 156-00-024-6862-9 (Syaiful Anwar)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jejak Langkah Sang Patriot yang Selalu Diterjang Serangan

28 Januari 2019   07:29 Diperbarui: 28 Januari 2019   07:42 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ini berarti dia tidak memulai kerusuhan untuk memberi pelajaran pada etnis Cina?
"Kalaupun Anda tak percaya jika saya masih memiliki rasa kemanusiaan," bantahnya, "kalau kami menghancurkan etnis Cina, perekonomian kami juga ikut hancur. Ini seperti bunuh diri. Jika saya memulai kerusuhan, mengapa saya tidak dijatuhi dakwaan?! Sebab, bukti-bukti akan mengarah pada mereka yang menuduh saya."

Untuk menemukan bukti-bukti dimaksud, saya mengamati dokumen-dokumen hasil kerja TGPF. Saya menyimak dengan teliti semua salinan sampai volume enam. (Hanya volume pertama, yang berisi ringkasan eksekutif, yang dibagikan ke media massa untuk dipublikasikan).
Empat dari lima volume lainnya berisi laporan korban dan kerusakan, kisah saksi mata tentang kerusuhan dan pemerkosaan, dan percobaan un-tuk mengenali pola kejadian. Satu volume berisi transkrip wawancara terhadap perwira-perwira militer yang sedang bertugas pada saat kerusuhan itu terjadi. Sebagai tambahan, saya berbicara dengan sembilan dari 18 anggota TGPF, seperti sejarawan Hermawan Sulistyo, yang memimpin 12 anggota tim yang bekerja keras di lapangan.

Apakah kerusuhan sengaja direncanakan? Banyak orang yang melaporkannya kepada tim percaya kerusuhan itu direncanakan, tetapi tidak ada bukti sedikit pun dalam enam volume dokumen yang menguatkan pernyataan saksi mata, atau yang memberi petunjuk tentang siapa orang yang berada di balik kerusuhan.

Awal-mula kerusuhan tetap menjadi satu pertanyaan tak terjawab. Inilah yang hendak dikaitkan dengan pertemuan 14 Mei. Namun, ketika saya berbicara pada tiga orang dari mereka yang hadir, termasuk anggota TGPF Bambang Widjojanto, semua menyangkal keterkaitan mereka dengan kerusuhan. Mereka mengulangi penyangkalannya pada konferensi pers sehari setelah laporan TGPF dipublikasikan. Kesaksian mereka nampak cocok dengan pengakuan Prabowo.

Benarkah Panglima Kostrad dengan sengaja membiarkan kerusuhan terjadi di luar kendali? Akan sangat sulit baginya untuk bertindak, karena ia tidak mempunyai wewenang. Di bawah prosedur baku, Kapolda menangani keamanan kota. Komando diambil alih Komandan Garnisun (Pangdam Jaya) jika polisi tidak mampu memulihkan ketertiban.

Syafrie dengan tegas menyangkal jika Prabowo memegang kendali terhadap dirinya. "Prabowo tidak pernah memengaruhi saya," ujar Syafrie. "Dia itu teman saya, tetapi saya harus memegang prosedur dalam tugas saya."

Faktanya, ini diakui oleh Kapolda Mayjen Hamami Nata kepada TGPF pada 28 Agustus 1998, dan dibenarkan oleh Syafrie. Mantan Pangdam Jaya itu memastikan kapan saat penyerahan komando tersebut, yaitu sore hari tanggal 14 Mei. Gerombolan perusuh mulai menyerang pos-pos polisi, sehingga polisi menarik diri untuk menghindari jatuhnya korban. Sejak sore tanggal 14 Mei itu, Syafrie mengambil alih. Tanggal 15 Mei, kerusuhan meluas.

Pengumuman laporan TGPF ditunda sampai 3 November karena adanya pertentangan di dalam komisi. "Situasinya sangat bernuansa politik," tambah anggota TGPF, Nursjabani Katjasungkana. "Opini telah terbentuk. Dalam proses merangkai fakta, sulit memisahkan dengan tegas antara fakta dan opini."

Syafrie dengan tegas menyangkal jika Prabowo memegang kendali terhadap dirinya. "Prabowo tidak pernah memengaruhi saya," ujar Syafrie. "Dia itu teman saya, tetapi saya harus memegang prosedur dalam tugas saya."
Kenyataannya, atasan langsung Syafrie adalah Wiranto.

Pengumuman laporan TGPF ditunda sampai 3 November karena adanya pertentangan di dalam komisi. "Situasinya sangat bernuansa politik," tambah anggota TGPF, Nursjabani Katjasungkana. "Opini telah terbentuk. Dalam proses merangkai fakta, sulit memisahkan dengan tegas antara fakta dan opini."

Perdebatan tak dapat dihindarkan antara anggota komisi yang sipil dan militer, di antara mereka yang ingin membatasi pada temuan bukti-bukti yang dapat diterima menurut hukum, dan mereka yang menganggapnya sebagai "fakta sosial". Satu hal yang menggemparkan dari temuan fakta adalah jumlah korban pemerkosaan. Sulistyo menyebutkan bahwa dari 109 kasus pemerkosaan yang dilaporkan, timnya hanya bisa memverifikasi 14 kasus. Akan tetapi beberapa orang dalam komisi yang telah menerima laporan kasus langsung dari korban, merasa bahwa jumlah tersebut seharusnya lebih tinggi. Angka yang muncul pada laporan akhir adalah 66 kasus pemerkosaan yang telah diverifikasi, ditambah 19 korban pelecehan dan kekerasan seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun